Penelitian

Pemasungan dan Penangan pada ODGJ di Indonesia

  • By Eric Sindunata
  • 27 January 2023
Pemasungan orang dengan gangguan jiwa ©️ ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Pemasungan sudah menjadi masalah panjang di Indonesia yang bahkan bisa ditemukan penelitiannya dari tahun 80-an hingga sekarang. Haruskah kegiatan pelanggaran HAM ini terus terjadi di Indonesia?

Masalah kesehatan jiwa masih menjadi persoalan yang sulit ditangani di Indonesia. Tidak hanya luas wilayah Indonesia saja, namun jumlah prevalensi berbanding dengan jumlah tenaga psikolog juga menjadi masalah besar. Saat ini jumlah prevalensi orang dengan gangguan jiwa di Indonesia sekitar 1 dari 5 orang penduduk. Artinya, 20% dari 250 juta jiwa secara keseluruhan berpotensi mengalami masalah kesehatan jiwa. Masalahnya, jumlah tenaga psikolog dan psikiater di Indonesia masih sangat kurang untuk prevalensi tersebut. Rasio psikiater dan psikolog di Indonesia dengan jumlah pasien saat ini adalah 1:200.000 penduduk. Rasio ini masih jauh dari standar WHO yang mensyaratkan rasio psikiater dan jumlah penduduk idealnya 1:30.000. Kurangnya tenaga kesehatan ini tidak hanya membuat masalah kesehatan jiwa tidak tertangani, tetapi merupakan salah satu penyebab keluarga ODGJ mencari layanan alternatif seperti panti rehabilitasi.


Tanpa adanya psikolog dan psikiater, maka bantuan yang mereka terima dilakukan oleh orang awam. Masalahnya banyak orang awam yang masih memiliki stigma bagi ODGJ (Orang dengan Gangguan Jiwa) yang menyebabkan terjadinya diskriminasi atau penanganan yang buruk.  Dalam Sharing Session COP Keswa oleh Yeni Rosa Damayanti, masih banyak panti rehabilitasi yang melakukan pemasungan dan pemenjaraan untuk “membantu” orang dengan gangguan jiwa. Parahnya lagi, tindakan pemasungan ini mendapatkan izin dari keluarga pasien. Penyebabnya adalah stigma pada masyarakat juga tertanam pada keluarga ODGJ dan fasilitas bantuan yang tersedia atau diketahui oleh mereka justru yang melakukan Sitohang (2020) menemukan bahwa stigma dan ketersediaan fasilitas yang menyediakan pasung memiliki hubungan yang signifikan dengan kegiatan pemasungan. 
Ketersediaan panti rehabilitasi yang masih menyediakan pemasungan ini sebenarnya juga sangat bertentangan dengan hukum yang berlaku. Meskipun demikian dalam hukum pidana di Indonesia, masih terdapat celah untuk melakukan praktik tersebut. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa melarang pemasungan ODGJ. Akan tetapi, belum ada peraturan daerah mengenai pemasungan di daerah tertentu seperti Pesisir Selatan (Yeni, S., Uning, P., & Maiyestati, M., 2021). Di sisi lain, pada Pasal 1, Angka 4; Permenkes No. 54/2017 tentang Penanggulangan Pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa disebutkan bahwa penanggulangan pemasungan adalah upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi bagi ODGJ dalam rangka penghapusan pemasungan. Akan tetapi, penanganan ini masih menemui kendala seperti lemahnya pemahaman tenaga medis dan keluarga ODGJ dalam memahami masalah kesehatan jiwa, anggaran yang masih belum memadai, dan tenaga medis khusus belum tersedia (Prasetio, 2019).


Celah pada hukum tersebut, serta kurangnya komitmen pemerintah dalam menerapkan hukum tentang pemasungan membuat masih banyaknya panti rehabilitasi yang menyediakan layanan  pemasungan. Pemasungan ini tidak hanya memperparah masalah gangguan jiwa pada ODGJ, namun juga menurunkan skor total kualitas hidup mereka (Widodo & Supratman, 2020). Pada sharing session oleh COP Kesehatan Jiwa, Ibu Yeni juga menceritakan bahwa saat pemasungan, mereka tidak dapat bergerak dan biasanya mengalami penurunan kemampuan fisik serta berat badan. Penelitian di Cianjur menemukan bahwa tiga informan tidak mendapatkan akses air bersih. Dua tempat pemasungan selalu dibersihkan, sementara tiga lainnya tidak pernah dibersihkan. Hanya dua orang yang pernah dibawa ke dokter, satu orang pernah dibawa ke dokter tetapi tidak lagi berlanjut, dan dua lainnya tidak pernah dibawa ke dokter. (Jati , Luhpuri & Supiadi, 2019). Artinya, tidak hanya masalah kesehatan mental mereka tidak tertangani, namun hak dasar mereka atas kebutuhan dasar seperti air dan kebersihan juga dibaikan. 


Berdasarkan dampak buruk pada ODGJ yang disebutkan di atas, maka perlu penanganan segera untuk menghentikan pemasungan. Pertama, memastikan hukum yang sudah ada dilakukan pada setiap daerah di Indonesia untuk memberantas pemasungan. Kedua, tanpa adanya kesadaran tentang kesehatan mental, maka pemasungan tetap saja dapat dilakukan di rumah. Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai layanan kesehatan juga menjadi faktor terjadinya pemasungan (Idaiani & Raflizar, 2015). Maka itu perlu adanya usaha untuk peningkatan pengetahuan mengenai isu kesehatan mental dan layanan kesehatan mental yang ada dengan melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi aktif yang bisa dilakukan dengan media sosial. Ketiga, perlu adanya akses yang terjangkau, karena salah satu faktor yang berpengaruh besar adalah faktor ekonomi dan tempat hidup yang jauh dari kota (Idaiani & Raflizar, 2015). Hal ini menunjukkan perlu adanya penyediaan fasilitas yang mudah dijangkau oleh semua kalangan, baik dari biaya maupun lokasi. Keempat, perlu adanya aksi cepat untuk penambahan tenaga profesional kesehatan mental. Jika menunggu penambahan jumlah psikolog dan psikiater, tentunya masalah ini akan terlambat untuk ditangani, Maka itu, dapat dilakukan penyetaraan kompetensi layanan di puskesmas, terutama pada dokter umum yang bertugas untuk menangani masalah gangguan jiwa di Indonesia. Setelah itu, rujukan baru dilakukan jika memang masalah tidak bisa ditangani oleh dokter umum di Puskesmas. 


Idaiani, S., & Raflizar, R. (2015). Faktor Yang Paling Dominan Terhadap Pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa Di Indonesia (Factors Contributing to Shackling Practice of Psychotic People in Indonesia). Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 18(1), 20924.
Jati, A. K., Luhpuri, D., & Supiadi, E. (2019). KONDISI PSIKOSOSIAL KORBAN PEMASUNGAN DI KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT. Jurnal Ilmiah Rehabilitasi Sosial (Rehsos), 1(1).


Prasetio, T. (2019). Tanggung Jawab Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar Terhadap Penanggulangan Pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 54 Tahun 2017 Tentang Penanggulangan Pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (studi di Kecamatan Koto Kampar Hulu) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU).


Sitohang, T. R. (2020). Pemasungan yang dilakukan oleh Keluarga Terhadap Penderita Gangguan Jiwa. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema Kesehatan, 5(3), 438-447.


Widodo, A., & Supratman, S. (2020). The different mental health patient quality of life during shackling, treatment, and post treatment. Epidemiology and Society Health Review, 2(2), 45.


Yeni, S., Uning, P., & Maiyestati, M. (2021). IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN JIWA DALAM MEWUJUDKAN BEBAS PASUNG DI KABUPATEN PESISIR SELATAN (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS BUNG HATTA).