Search
Close this search box.

Lecture Series PPH: Stigma dan Diskriminasi HIV dan ODHA, No One Should Die of Ignorance

Untuk sebagian orang, Jumat sore bisa jadi sangat menyebalkan. Pasalnya, macet jalanan Jakarta pasti terbayang. Namun, Jumat sore beberapa pekan lalu, di Ruang Seminar K.203 Gedung Yustinus UNIKA Atma Jaya. Mereka yang memenuhi ruangan itu dibuat termenung dan berpikir keras. Bagaimana tidak? Pertanyaan yang diajukan oleh Bang John -panggilan akrab Yohanes Genthar[1]– dan Devika[2] begitu mengusik pikiran. Apa yang akan kamu lakukan jika salah seorang sahabatmu adalah homoseksual dan positif HIV? Bagaimana jika salah seorang anggota keluargamu adalah pengguna narkotika jenis jarum suntik dan divonis positif HIV? Bagaimana jika orang di dekatmu ternyata adalah pekerja seks dan ditubuhnya terdapat virus HIV? Bagaimana responmu terhadap semua itu? Akankah kamu menjauhi mereka yang hidup dengan HIV positif?

Sebagian orang yang dibagi ke dalam beberapa kelompok sempat lama terdiam sebelum mengutarakan pendapatnya. Ada yang mengatakan biasa saja dan menerima keadaan orang tersebut. Ada yang mengatakan bahwa ia akan sedih dan menangis. Ada pula yang mengatakan akan sangat terkejut dan menanyakan tentang mengapa orang tersebut bisa tertular HIV? Pertanyaan dari Bang John dan Devika yang kemudian direspon oleh para peserta yang hadir menjadi pembuka Lecture Series Friday Coffee Break “HIV: Stigma dan Diskriminasi” yang diselenggarakan oleh PPH UNIKA Atma Jaya.

Stigma dan diskriminasi terhadap HIV mungkin bukan hal baru, tetapi juga tidak pernah usang untuk diangkat ke permukaan. Malahan, dengan perkembangan arus informasi dan teknologi saat ini, bentuk-bentuk stigma dan diskriminasi sering kali mencuat. Kita semakin mudah untuk menemui kasus-kasus stigma dan diskriminasi HIV, terutama yang menyasar langsung kepada ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) maupun ADHA (Anak Dengan HIV/AIDS). Akan tetapi, apa yang sebenarnya dimaksud dengan stigma?

Stigma secara umum dapat didefinisikan sebagai ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya[3]. Ciri negatif ini identik dengan pemberian label atau pertanda buruk bagi seseorang yang dianggap berbeda dari mayoritas. Stigma juga dapat diartikan sebagai rasa malu atau aib yang melekat pada sesuatu yang dianggap tidak dapat diterima secara sosial. Bila stigma menyasar kepada individu atau kelompok manusia, mereka seolah dikurung dalam label “us” and “them”. Mereka yang terkena stigmatisasi ditandai sebagai orang yang berbeda dan disalahkan atas perbedaan itu[4].

“Dalam stigma terdapat ketakutan, prasangka, pengetahuan keliru yang dianggap berdasarkan norma atau keyakinan seseorang, padahal kenyataannya belum tentu begitu. Akhirnya? Dari stigmatisasi timbulah ignorance, ketidakpedulian, sikap masa bodoh terhadap apa yang distigmakan, dalam hal ini tentu saja HIV dan individu dengan HIV positif”, terang Devika ketika memaparkan meteri tentang HIV: Stigma dan Diskriminasi.

“Stigma itu berbahaya. Ia -stigma-, memiliki konsekuensi negatif terhadap individu yang mendapatkannya. Stigma dapat menurunkan kualitas hidup orang tersebut. Kenapa? Karena label negatif yang ia terima dari lingkungannya”, ucap Bang John mengamini paparan Devika.

Dalam kasus HIV dan ODHA, stigma menjadi terus tumbuh dan menjadi kegentingan tersendiri. Laman World Health Organization Eropa menuturkan bahwa stigma merupakan penyebab utama diskriminasi. Hal ini diperkuat oleh laporan yang dirilis badan PBB yang menangani Aids, UNAIDS. Disana dijelaskan bahwa stigma dapat menyebabkan diskriminasi dan pelanggaran hak asasi manusia lain yang memengaruhi kesejahteraan hidup ODHA[5].

Berangkat dari kegelisahan akan stigma dan diskriminasi HIV, PPH UNIKA Atma Jaya saat ini memulai sebuah penelitian yang bertujuan untuk mendokumentasikan pengalaman stigma dan diskriminasi yang terjadi pada ODHA. Penelitian ini bertajuk “Stigma Index 2.0” dan akan melibatkan partisipasi aktif ODHA sebagai proses peningkatan kapasitas komunitas terdampak langsung oleh HIV/AIDS. Sobat Peduli penasaran dengan hasil penelitian yang kami lakukan? Terus ikuti update terbaru dari kami melalui situs resmi PPH UNIKA Atma Jaya dan laman-laman media sosial kami. Akhir kata, “No one should die of ignorance”, right?

Dapatkan materinya dengan klik tombol unduh di bawah ini.


[1] Yohanes Genthar adalah peneliti PPH UNIKA Atma Jaya

[2] Devika adalah peneliti PPH UNIKA Atma Jaya

[3] KBBI Online

[4] http://www.aidsmap.com/stigma/What-is-stigma/page/1260706/, diakses 17 Juli 2019.

[5] World Health Organization Regional Office for Europe, “Stigma and discrimination”, http://www.euro.who.int/en/health-topics/noncommunicable-diseases/mental-health/priority-areas/stigma-and-discrimination, diakses 17 Juli 2019.  

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content