Search
Close this search box.

UAIS 2021 HIV and Healthy Aging: Mari Kita Berdiksui tentang Lansia dengan HIV

Foto. Dok Kegiatan

Ketersediaan dan perawatan anti-retroviral yang rutin meningkatkan harapan hidup orang dengan HIV di Indonesia. Diagnosis HIV bukan lagi vonis mati melainkan kondisi kesehatan yang perlu dijaga. Kini, orang dengan HIV yang telah menekan viral load mereka memasuki usia tua telah memberikan demografi baru untuk orang dengan HIV di Indonesia. Lansia dengan HIV memiliki karakteristik khusus yang berbeda dari kategori demografi orang dengan HIV lainnya. Kerentanan terhadap penyakit yang berkaitan dengan usia dapat menyebabkan komorbiditas dengan infeksi HIV. Lingkungan sosial dan faktor psikologis juga mempengaruhi kompleksitas perawatan lansia dengan HIV. Survei Sosial Ekonomi Nasional pada tahun 2019 menunjukkan penduduk lansia di Indonesia telah menembus angka 25,7 juta orang atau sekitar 9,6% dari total seluruh populasi di Indonesia. Jumlah ini diprediksi akan terus meningkat hingga 10% di tahun 2020 dan 20% pada 2040 mendatang. Perhatian terhadap lansia dengan HIV perlu ditingkatkan untuk memberikan para lansia dengan HIV penuaan yang sehat, sejahtera, dan bermartabat. 

Demografi orang dengan HIV di Indonesia telah meluas hingga mencapai lansia. Diskusi tentang perawatan dan pelayanan lansia dengan HIV perlu dimulai untuk memahami kebutuhan, karakterisitik, serta tantangan untuk memberikan mereka penuaan yang sehat.

PUI-PT PPH Pusat Unggulan Kebijakan Kesehatan dan Inovasi Sosial, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (PUI-PT PPH PUK2IS UAJ) sukses menyelenggarakan simposium internasional pertama dalam acara UCoE AIDS International Symposium (UAIS) 2021. Pada tahun pertama, UAIS 2021 mengangkat tema HIV and Healthy Aging atau Penuaan Sehat untuk Lansia dengan HIV. Diselenggerakan selama 3 hari dari tanggal 24-26 November 2021, UAIS 2021 diadakan secara virtual dengan mengundang peneliti, advokat, pekerja lapangan, dan komunitas yang bergerak dalam isu HIV dan penuaan dari berbagai latar belakang. Di sela panel setiap hari, ditampilkan 6 poster terpilih tentang HIV dan Penuaan di Indonesia dari berbagai disiplin ilmu.

UAIS 2021: HIV and Healthy Aging disambut baik oleh Ir. Budi Gunadi Sadikin, Menteri Kesehatan RI, Dr. Agustinus Prasetyantoko, Rektor Unika Atma Jaya, Jakarta, dan Kritayawan Boonto, UNAIDS Indonesia. Ketiga pembuka acara mengapresiasi langkah UAIS 2021 mendiskusikan isu HIV dan Penuaan. Sejalan dengan kondisi epidemi HIV di Indonesia, keberhasilan ARV membentuk demografi populasi kunci HIV dengan karakteristik dan kompleksitas perawatan khusus. Memulai pembicaraan tentang lansia dengan HIV dapat meningkatkan kesadaran atas isu ini yang mengarah kepada diskusi ilmiah, program perawatan dan pelayanan, hingga kebijakan untuk lansia dengan HIV. 

Selama 3 hari simposium, UAIS 2021: HIV and Healthy Aging menawarkan beragam topik tentang lansia dengan HIV dari berbagai kajian. UAIS 2021 mengundang para ahli termasuk peneliti, mereka yang bergelut di bidang advokasi, dan komunitas dari latar belakang yang beragam. Tidak hanya para ahli, lansia dengan HIV diberikan ruang aman untuk berbagai cerita tentang hidup dengan HIV dari awal diagnosis hingga masa tuanya. Kami mengundang para pembicara dari berbagai identitas gender, sosio-ekonomi, dan profesi untuk memastikan tidak ada suara yang ditinggalkan.

UAIS 2021 diawali dengan mendengar Suara dari Komunitas (Voices of Communities); dari 4 lansia dengan HIV mewakili komunitas perawat lansia dengan HIV serta lansia dengan HIV dari Yayasan Spiritia dan Network of People Living with HIV. Hari pertama dilanjutkan dengan identifikasi Masalah Kesehatan bagi Lansia dengan HIV (HIV and Health Challenges at a Later Age) bersama para dokter dan peneliti dari universitas di Indonesia, Malaysia, dan Inggris. Hari kedua diawali dengan diskusi tentang pengaruh pengobatan dan perawatan ARV terhadap kognisi lansia dengan HIV (HIV and Cognition). Ahli neurologi dan peneliti kedokteran menjelaskan efek samping dari akumulasi pengobatan ARV hingga pada lansia dan bagaimana para lansia, pendamping, dan komunitas mencegah masalah kognisi ini. Selanjutnya, UAIS 2021 membahas pendamping lansia dengan HIV (Caring for Older People Living with HIV). Dibahas secara medis, sosial, dan kebijakan, pendamping lansia dengan HIV memiliki peran krusial untuk mendukung penuaan yang sehat bagi lansia. Sebagai komunitas pendamping orang dengan HIV, Lenny Sugiharto dari Yayasan Srikandi Sejati berbagi cerita tentang pendampingan transpuan lansia dengan HIV yang telah dijalankan sejak puluhan tahun. Hari ketiga dan terakhir UAIS membahas tentang stigma dan diskriminasi ganda dari lansia dengan HIV sebagai penghambat untuk memiliki penuaan yang sehat (Social Aspects of HIV and Aging). Dibahas dari aspek epidemiologi, sosiologi, dan antropologi, UAIS 2021 mengajak diskusi untuk mengatasi tantangan sosial yang dialami lansia dengan HIV untuk mendapatkan penuaan yang sehat. Penelitian untuk Lansia dengan HIV (Research on HIV and Aging for A Better Care) menjadi diskusi terakhir dari UAIS 2021. Hasil penelitian tentang lansia dengan HIV dianggap masih terbatas hingga sekarang. Peneliti dari Amsterdam Institute for Global Health and Development, Universitas Udayana, dan Universiti Malaya mengakui terbatasnya jumlah penelitian secara global, regional Asia Tenggara, dan Indonesia. Mereka berharap UAIS 2021 menjadi awal dari bermunculan riset ilmiah berkualitas dari berbagai disiplin ilmu.

UAIS 2021: HIV and Healthy Aging berusaha untuk tidak meninggalkan suara dalam diskusi ini. Kami percaya temuan terbaru dan menarik tentang HIV dan Penuaan Sehat tersedia di luar jangkauan kami dan perlu diangkat untuk melengkapi UAIS 2021. Terdapat 6 poster dan presentasi yang ditampilkan di antara panel dari submisi poster UAIS 2021: HIV and Healthy Aging. Poster terpilih membahas HIV dan Penuaan Sehat dari berbagai persepktif, yaitu Frequencies of STIs and Mucocutaneous Manifestations in Elderly HIV Patients in Yogyakarta dari Universitas Gadjah Mada; Policy Analysis on HIV Regulation of the Province of South Sulawesi: Critical Analysis on a Gender Metholody dari Global Inklusi untuk Perlindungan AIDS (GIPA) – Human Rights and Justice Advocacy for HIV & AIDS; Relationship between Knowledge and Socio-Demographic Characteristics with Stigmatizing Behaviour towards People Living with HIV-AIDS (ODHA) dari Unika Atma Jaya; Knowledge of HIV-AIDS among Young Adult through Media Leaflet “I AM PROUD TO KNOW” dari STIKES Yogyakarta; dan The Influence of Sasak Tribe’s Indigenous Knowledge in Creating a Safe Community for People Living with HIV/AIDS dari IPB University.

Penuaan yang sehat tidak sekadar masalah usia, tetapi tentang keseluruhan proses setiap individu mendapatkan layanan kesehatan sepanjang hidupnya. Sayangnya latar belakang sosio-ekonomi dan identitas gender, etnis, dan ras adalah faktor utama dalam memperoleh layanan kesehatan di Indonesia. Penuaan yang sehat tidak hanya isu kesehatan individu tetapi juga masalah struktural yang harus dibenahi. Penuaan yang sehat bersifat esensial untuk meningkatkan kualitas hidup. Kondisi lansia dengan HIV di Indonesia saat ini masih jauh dari memilki penuaan yang sehat. Sebagaimana proses penuaan yang sehat dimulai sejak dini, Indonesia harus menjamin orang dengan HIV mendapatkan layanan kesehatan yang berkelanjutan untuk mempersiapkan penuaan yang sehat pada hari tua mereka.

PUI-PT PPH PUK2IS UAJmenyiapkan rekomendasi untuk mencapai penuaan yang sehat untuk lansia dengan HIV secara khusus, dan orang dengan HIV secara umum.

  1. Risiko tinggi dari multi-morbiditas dan poli-farmasi membutuhkan riset kedokteran yang multidisiplin untuk menciptakan perawatan yang terintegrasi dan berkelanjutan.
  2. Pendamping lansia dengan HIV memiliki peran esensial dalam menjamin penuaan yang sehat bagi lansia. Anggota keluarga, relawan dari lingkungan setempat, dan/atau anggota komunitas membutuhkan pelatihan yang relevan sebagai pendamping. Kolaborasi antara pendamping, tenaga medis, dan organisasi masyarakat dibutuhkan untuk memastikan perawatan dan penampingan yang optimal.
  3. Edukasi dalam transparasi status positif HIV kepada lansia harus dilakukan untuk mencegah penularan lebih lanjut. Status positif HIV setidaknya dibuka kepada anggota keluarga dan teman atas persetujuan lansia dengan komunitas pendamping.
  4. Program pelayanan kesehatan dan penampingan lansia dengan HIV harus diawasi dan dievaluasi dengan ketat dan secara berkala.
  5. Layanan kesehatan untuk lansia dengan HIV harus bebas dari stigma dan diskriminasi. Akumulasi tekanan sosial yang diterima oleh lansia menyebabkan ketakutan untuk mengakses layanan kesehatan.
  6. Pengembangan kebijakan dan pembentukan pedoman pelayanan kesehatan untuk memberikan layanan yang intensif dan berkelanjutan sejak awal diagnosis hingga fase akhir (terminal phase).
  7. Riset mendalam tentang karakteristik lansia dengan HIV melalui perspektif makro dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan lansia meraih penuaan yang sehat.
  8. Pendirian lembaga khusus untuk menyelidiki penuaan sehat untuk lansia dengan HIV dibutuhkan untuk mendukung program pelayanan kesehatan berbasi data multi-disipliner.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content