Search
Close this search box.

Lecture Series “HIV dan Kesehatan Jiwa” Ungkap Kerentanan Pada ODHA

Penerimaan diri bukan hal yang mudah bagi Orang Dengan HIV AIDS (ODHA). Ketika menerima hasil diagonis untuk pertama kalinya, ODHA sangat mungkin merasa bahwa ia telah divonis dengan suatu yang menyeramkan. Atau, ia akan merasa dibayangi mimpi buruk yang tidak berujung. Mungkin juga, ia akan merasa bersalah, terpuruk, dan memandang negatif terhadap dirinya atau yang diistilahkan dengan self-stigma. Donlou, et al. (dalam Hoffman, 1996) pun mengamini, ia menyatakan bahwa banyak ODHA yang mengalami rasa tertekan, rasa bersalah, serta kesepian setelah menerima diagonis HIV positif. Kompleksitas masalah penerimaan diri tersebut kemudian mempengaruhi berlipatnya risiko gangguan kesehatan jiwa bagi ODHA. Hal ini diperparah dengan kemungkinan bentuk-bentuk stres lain yang bisa saja dialami oleh ODHA. Misalnya saja, kesulitan mendapatkan layanan kesehatan yang dibutuhkan, mengalami kehilangan dukungan sosial, mengalami kehilangan pekerjaan atau khawatir tentang apakah mereka akan dapat melakukan pekerjaan seperti sebelumnya, hingga menghadapi stigma dan diskriminasi terkait HIV AIDS.

Runutan permasalahan lain yang dihadapi ialah kenyataan bahwa sebagian besar individu yang terinfeksi HIV datang dari kelompok populasi berisiko tinggi atau yang biasa disebut dengan “Populasi Kunci”. Kelompok ini notabene merupakan kelompok marjinal seperti pengguna napza suntik, pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki (LSL), transgender; yang oleh sebagian orang dicap dengan pelbagai label negatif. Sesuatu yang tentu saja berkontribusi dalam meningkatnya masalah kesehatan jiwa mereka. Namun sayangnya, irisan narasi tentang HIV, kesehatan jiwa, dan populasi kunci kerap terlupa. Tertimbun di antara tumpukan permasalahan lainnya. Padahal, kelindan tiga topik tersebut penting untuk disuarakan guna memahami permasalahan gangguan kesehatan jiwa pada ODHA secara khusus, dan layanan kesehatan jiwa di masyarakat secara umum.

Dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya upaya mengikis permasalahan kesehatan jiwa pada ODHA dan populasi kunci, Pusat Penelitian HIV AIDS UNIKA Atma Jaya (PPH UAJ) mengusung tema “HIV dan Kesehatan Jiwa” pada helatan kegiatan Lecture Series. Dilangsungkan pada Rabu siang (4/3)  di Ruang Y14.06 Gedung Yustinus, Kampus Semanggi UNIKA Atma Jaya, Lecture Series kali ini mengundang empat orang pembicara dan dipandu oleh seorang moderator. Mereka adalah Belinda Hutapea (Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI)), Sepi Maulana (Inti Muda Indonesia), Sarahsita Hendrianti M.Psi., Psikolog (Peneliti HATI), Debby Irani, M.Psi., Psikolog (Psikolog Klinis Puskesmas Tebet), dan dimoderatori Iman Abdurrakhman (Staf Advokasi PPH UAJ).

Berlangsung selama lebih kurang tiga jam, Lecture Series “HIV dan Kesehatan Jiwa” bergulir dengan dinamis. Pemaparan materi yang diberikan oleh masing-masing pembicara disambut antusias oleh peserta yang datang dari berbagai latar belakang dan wilayah domisili. Mulai mahasiswa dari UNIKA Atma Jaya dan kampus sekitar, tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas area Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan, hingga aktivis HIV yang memusatkan kegiatan aktivismenya di Bogor. Pengalaman Debby Irani, M.Psi., Psikolog Klinis Puskesmas Tebet dalam menangani ODHA yang menjadi pasiennya di Poli Psikologi begitu menarik perhatian. Ia menuturkan, “Saya cukup banyak mendapatkan pasien yang juga memiliki status HIV Positif. Ada berbagai masalah kejiwaan pada ODHA yang saya jumpai seperti kurang percaya diri dan merasa tidak berguna bagi lingkungan; merasa bisa mengatasi semua masalah yang dihadapi secara sendiri, namun sulit memecahkan masalah; lalu dapat memicu munculnya gangguan lain seperti schizophrenia, depresi, dan gangguan kepribadian.”

Sarahsita Hendrianti, M.Psi., Psikolog yang merupakan bagian dari peneliti HIV Awal (Early Testing & Treatment Indonesia (HATI), pun turut mengamini permasalahan kesehatan jiwa pada ODHA. Melalui studi literatur dalam rangkaian proses penelitian yang ia lakukan, diketahui bahwa masalah kesehatan jiwa yang umum terjadi pada ODHA adalah adiksi, gangguan depresi, dan masalah sosioemosional. Sementara itu, stigma dan diskriminasi yang dialami ODHA berisiko untuk menimbulkan gejala kecemasan, Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) dan penurunan self-esteem.

Terungkapnya kerentanan ODHA dalam mengalami masalah kesehatan jiwa barang tentu menjadi tantangan tersendiri bagi wajah dunia kesehatan di Indonesia. Untuk mengurai permasalahan tersebut pun rasanya akan begitu sulit bila tidak dilakukan secara sinergis oleh berbagai pihak. Pemerintah melalui institusi atau lembaga kesehatan yang dimilikinya. Akademisi atau para peneliti dengan kegiatan produksi pengetahuan melalui penelitian yang dilakukan. Aktivis yang tidak lelah menyuarakan kegelisahan. Masyarakat umum yang turut memiliki andil dalam upaya pengikisan stigma dan diskriminasi yang dapat memperparah kondisi kesehatan jiwa ODHA. Kesemua elemen tersebut perlu bersinergi dan berbagi informasi terkait permasalahan kesehatan jiwa pada ODHA agar perlahan namun pasti, satu persatu akar permasalahan dapat teruraikan.

Refrensi:

Hoffman, M.A. (1996). Counseling Clients with HIV disease: Assessment, Intervention and Prevention. USA: Guilford Press.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content