Bekerja untuk Anak dan Remaja dengan HIV di Indonesia

Perwakilan dari Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV di Indonesia memimpin diskusi tentang kerja advokasi dan pendampingan untuk anak dan remaja dengan HIV di Indonesia.
Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia

Kerja advokasi dan pendampingan adalah bagian penting dalam mengatasi HIV pada anak dan remaja di Indonesia. Isu HIV pada anak dan remaja merupakan kondisi yang berbeda dari orang dewasa dengan HIV. Posisi rentan anak dan remaja, hak anak, dan kebutuhan khusus anak dan remaja menjadi aspek yang perlu diperhatikan ketika bekerja untuk anak dan remaja dengan HIV di Indonesia. Kompleksitas isu anak dan remaja membutuhkan kita semua untuk berpikir sejenak untuk mendefinisikan apakah kerja-kerja tersebut? Perspektif apa dan aspek apa yang perlu kita gunakan untuk melakukan kerja advokasi dan pendampingan untuk anak?

Pertanyaan tersebut merupakan diskusi pembuka dari Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia. PPH UAJ menggandeng Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV untuk membahas isu ini dan menyamakan perspektif tentang apa saja yang perlu kita perhatikan dalam melihat isu anak dan remaja dengan HIV, serta anak dan remaja yang berisiko atas infeksi HIV. Diskusi pembuka ini berjalan secara daring pada 23 Juli 2024, bersama perwakilan Aliansi Anak dengan HIV.

Posisi rentan anak dan remaja dengan HIV

Satu hal pembeda besar bagi anak dan remaja adalah posisi kerentanan. Posisi ini muncul akibat aspek umur dan fisik, yang membuat mereka masih bergantung penuh kepada orang dewasa. Kebergantungan ini dapat mengarah kepada perlakuan salah hingga kekerasan. Agensi mereka dalam menyatakan keinginan dan kebutuhannya dibatasi oleh orang dewasa yang merasa mengetahui yang terbaik untuk mereka. Di sisi lain, kecenderungan masyarakat melihat anak dengan HIV sebagai anak berkebutuhan khusus. Padahal, anak dengan HIV hanya berada kondisi khusus. Namun, kondisi tersebut tidak dapat mereduksi kemampuannya untuk menyuarakan kebutuhan serta membatasi ruang geraknya. Anak memiliki hak atas pendidikan, kesehatan, pengasuhan, nutrisi, dan penghidupan layak sebagaimana perkembangan anak. Di sisi lain, orangtua dan/atau wali anak perlu memahami kondisi anak dan memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian, advokasi dan pendampingan perlu memerhatikan kepentingan terbaik bagi anak. 

Kondisi khusus anak dan remaja dengan HIV

Dasar kerja advokasi dan pendampingan anak adalah dengan memahami kebutuhan khusus dan kompleksitas karakter anak dengan HIV. Pada dasarnya, kerja ini perlu menghormati hak anak, yaitu dengan menghormati anak seutuhnya, tanpa mereduksi dengan alasan kondisi anak yang hidup dengan HIV dan mematuhi peraturan yang berlaku. Indonesia memiliki perlindungan khusus atas anak melalui Pasal 71C, UU Perlindungan Anak No. 35/2014 dan Pasal 35-43, PP No. 78/2021. Negara mengatur perlindungan atas anak, dan kita perlu memahami karakter anak, khususnya anak dengan HIV, untuk memastikan hak mereka terpenuhi. 

Terdapat hal-hal spesifik yang muncul dalam diskusi ini, yaitu tes HIV, termasuk EID (Early Infant Diagnosis); pengobatan dan perawatan, termasuk ARV profilaksis untuk anak; prosedur tes HIV yang ramah terhadap remaja; pemenuhan nutrisi untuk perkembangan anak dan remaja; pengasuhan; akses pendidikan; penghidupan layak untuk mendukung perkembangan fisik dan psikologis yang ideal; dan pendekatan khusus terhadap pengungkapan status kesehatan (disclosure). 

Hal-hal spesifik di atas membutuhkan pendekatan yang khusus untuk anak. Sering kali, penanganan dan intervensi masih menggunakan perspektif orang dewasa. Padahal, kedua kelompok memiliki kebutuhan yang berbeda. Maka dari itu, pelibatan bermakna remaja merupakan salah satu upaya untuk menyusun perspektif ramah anak dan remaja. Selain itu, kerja advokasi dan pendampingan perlu bekerja sama dengan multi-pihak. 

Anak belum menjadi prioritas

Fakta seperti anak dengan HIV adalah anak dengan kebutuhan khusus dan menangani anak dengan HIV dengan perspektif orang dewasa adalah anak dengan HIV belum menjadi prioritas. Aliansi Anak dengan HIV menemukan bahwa data yang memetakan kebutuhan dan situasi anak sangatlah terbatas. Data cenderung menunjukkan gambaran umum tanpa diferensiasi yang detail. Lalu, masih sedikit individu dan/atau komunitas yang bekerja secara fokus untuk anak dengan HIV. Terakhir, penelitian terkait anak dan remaja yang berisiko dan hidup dengan HIV masih sangat terbatas. Faktor-faktor ini menjadi siklus yang terus memperparah satu sama lain, hingga memperlambat perkembangan kerja advokasi, penanganan, dan kerja ilmiah tentang anak dan remaja dengan HIV di Indonesia. 

Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia berusaha untuk menghadapi tantangan ini. Ikuti Diskusi Kultural selama Juli hingga November 2024.

satu Respon

  1. program ini sangat membantu untuk orang awam agar lebih care kepada hiv yang masih di lihat “tabu” untuk masyarakat, dan bisa juga menjadi sarana bantuan untuk orang tua menghadapi anak dengan hiv, banyak hal yang bisa di petik dari diskusi yang berisikan orang2 lapangan yang menanggapi dan peduli kepada odhiv, mulai dari yang paling dasar. Terimakasih telah membuat program ini,semoga bisa berlanjut kedepannya dan menjadi bagian dari program ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content