Masalah kesehatan jiwa saat ini menjadi isu kesehatan yang disoroti dunia karena menambah beban penyakit dalam hal peningkatan angka kesakitan dan kematian. Sementara itu, jika menilik beban ekonomi yang harus ditanggung dari setiap penyakit, masalah kejiwaan menyumbang 21,9% terhadap kehilangan output produk domestik bruto (PDB) Indonesia 2012-2030. Oleh karena itu, persoalan kesehatan jiwa perlu mendapat perhatian dan penanganan yang serius. Akan tetapi, dalam kenyataan sehari-hari, penanganan masalah kesehatan jiwa di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Dari hampir 12 juta orang pada kelompok umur di atas 15 tahun yang mengalami depresi berdasarkan data Riskesdas 2018, hanya 9% atau 1 juta orang diantaranya yang menjalani pengobatan atau perawatan medis. Belum lagi persoalan minimnya ketersediaan tenaga kesehatan jiwa. Menurut data Riskesdas 2018, hanya tersedia 600 – 800 psikiater di seluruh Indonesia. Itu artinya, setiap satu psikiater akan melayani 300.000 – 400.00 pasien, dan persebarannya tidak merata di seluruh wilayah tanah air. Hal ini kemudian diperparah dengan kurangnya kesadaran akan pentingnya upaya promotif dan preventif untuk menekan stereotip, stigma maupun diskriminasi yang terjadi di seputar isu kesehatan jiwa.
Tantangan demi tantangan merintang di depan mata terkait isu ini, tetapi peluang pun tidak boleh luput dari pandangan. Walaupun belum mendapatkan proporsi yang seimbang dengan kesehatan fisik, namun program pengarusutamaan kesehatan jiwa sudah mulai dirintis. Dikeluarkannya UU No. 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa merupakan suatu lompatan besar dalam dunia kesehatan jiwa Indonesia. Berangkat dari berbagai tantangan di atas, dan melihat cercah harapan serta peluang akan terwujudnya akses kesehatan jiwa yang memadai untuk seluruh masyarakat Indonesia, maka dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, yang jatuh pada tanggal 10 Oktober 2020, Pusat Penelitian HIV UNIKA Atma Jaya – Pusat Unggulan Kebijakan Sosial dan Inovasi Sosial (PPH) bekerja sama dengan Ikatan Psikolog Klinis DKI Jakarta menghelat Forum Diskusi Ilmiah Nasional bertajuk “Tantangan dan Peluang Akses Kesehatan Jiwa Untuk Semua di Indonesia”.
Diselenggarakan pada Rabu (21/10) melalui ruang pertemuan daring, melalui diskusi ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi terhadap perbaikan akses layanan kesehatan jiwa di Indonesia. Dalam kesempatan ini empat pembicara yang dihadirkan untuk menyampaikan materi ialah Gaby Gabriela Langi MPH. (Peneliti Isu Keswa PPH), Masfuukhatur Rokhmah, M.Psi., Psikolog. (Ikatan Psikolog Klinis DKI Jakarta), Hartini (Ikatan Perempuan Positif Indonesia), Dr. Siti Khalimah, Sp.KJ, MARS (Direktur P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA, Kementerian Kesehatan RI), dan dipandu oleh Edwin Sutamto M.Psi (Program Manager PPH).
Membuka forum diskusi, Gaby Gabriela Langi lebih dulu menjelaskan tentang temuan hasil penelitian “Evaluasi Implementasi Layanan Kesehatan Jiwa di Puskesmas” yang telah dilakukan PPH sejak tahun 2019. Dari penelitian ini, temuan utama yang cukup menjadi sorotan ialah perihal aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan jiwa di puskesmas. Pada cakupan aksesibilitas terdapat pula sejumlah hambatan yang jamak dijumpai, antara lain kurangnya informasi mengenai layanan kesehatan jiwa, persepsi masyarakat terhadap layanan kesehatan jiwa yang acap kali masih bercampur stigma, dan pengobatan alternatif sebagai pilihan pertama penyintas maupun caregiver-nya.
Mewakili Ikatan Psikolog Klinis DKI Jakarta, Masfuukhatur Rokhmah, M.Psi., Psikolog memberikan penjelasan ragam fasilitas layanan kesehatan jiwa di DKI Jakarta dalam nukilan paparan materinya. Ia mengatakan, “DKI Jakarta sendiri sebenarnya sudah memiliki ragam fasilitas layanan kesehatan jiwa. Puskesmas, klinik atau biro psikologi dan juga lembaga psikologi yang dimiliki institusi pendidikan, rumah sakit milik pemerintah maupun swasta, praktik mandiri, fasilitas kesehatan tradisional atau tempat rehabilitasi mental lainnya, dan juga apotek yang menyediakan obat untuk masalah kesahatan jiwa.”
Akan tetapi, meski telah dijelaskan bahwa pada praktiknya terdapat berbagai fasilitas layanan kesehatan jiwa, namun bagi orang dengan HIV AIDS (ODHA), masalah kesehatan jiwa bukan hal masih menjadi persoalan rumit. Hal ini disampaikan oleh Hartini dari Ikatan Perempuan Positif Indonesia yang memaparkan perihal akses layanan kesehatan jiwa bagi ODHA. “Kebanyakan dari layanan kesehatan terkait HIV yang diterima oleh ODHA masih terfokus pada layanan HIV-nya itu sendiri, seputar pencegahan atau perawatan dan pengobatan. Belum ada layanan kesehatan jiwa sebagai layanan yang terintegrasi dengan layanan HIV. Konselor atau layanan PDP atau CST belum menyadari bahwa ODHA sangat membutuhkan layanan jiwa meski tanpa melalui assessment mendalam terlebih dahulu”, pungkasnya.
Menutup agenda pemaparan materi, Dr. Siti Khalimah selaku Direktur P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA, Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan kondisi terkini layanan kesehatan jiwa dan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di masa pandemi COVID-19. “Saya menyadari benar memang perlu ada penguatan integrasi lintas sektor dalam masalah kesehatan jiwa. Kami dari Kemenkes juga terus melakukan advokasi keswa, dan perlu diingat bahwa advokasi keswa tidak bisa dilakukan dalam sehari-dua hari tetapi perlu dilakukan terus menerus dan merangkul berbagai pihak. Di tengah situasi pandemi seperti sekarang, ODGJ turut mengalami kondisi tertekan, dan mereka tidak bisa mengungkapkan. Mereka memiliki risiko tertular yang tinggi karena kondisi ODGJ yang sulit untuk diberikan arahan serta model perawatan mereka jika dirawat inap yang masih tinggal di dalam bangsal yang beramai-ramai dan sulit untuk bisa mengarahkan mereka agar tidak bergerombol”, tuturnya. Sebagai perwakilan dari pihak pemerintah, Dr. Siti Khalimah juga sempat mengungkapkan apresiasinya terhadap kegiatan ini. Menurutnya, momentum ini dapat menjadi bahan pembelajaran dan sarana mendiskusikan perkembangan serta masa depan layanan kesehatan jiwa di Indonesia. Oleh karena itu ia menyambut baik agenda-agenda mendatang PPH yang berkaitan dengan isu kesehatan jiwa, baik penelitian, kegiatan diskusi, dan lain sebagainya.