Cyberbullying: Sebuah Pandemi Digital

2020

Foto Hanya Ilustrasi.

Belum lama ini, seorang artis remaja Indonesia baru saja menjadi perbincangan di beberapa platform media sosial. Artis ini dianggap telah melanggar norma kesusilaan dan memberikan contoh buruk bagi para pengguna internet karena video yang diunggah pada akun instagramnya. Akhirnya ia mendapatkan berbagai serangan, mulai dari celaan di kolom komentar akun media sosialnya, videonya disebarkan berulang kali, bahkan brand yang menggunakan jasanya untuk kebutuhan promosi pun turut dibanjiri oleh komentar negatif. Tidak lama berselang, salah seorang selebgram (selebriti instagram) mengeluarkan pernyataan mengenai bentuk tubuh dan warna kulit tertentu yang ia anggap sebagai “polusi visual”. Sosok selebgram ini juga menyatakan bahwa komentar yang ia keluarkan merupakan salah satu bentuk kebebasannya dalam berpendapat. Meskipun tidak menyerang individu tertentu, pernyataannya direspon oleh berbagai kalangan, mulai dari  publik figur sampai masyarakat umum karena dianggap merendahkan.

Ragam kasus di atas menunjukkan bahwa menjadi bagian dari masyarakat maya membuat kita terekspos dengan berbagai kemungkinan, baik yang positif sampai negatif. Bila membahas tentang aspek negatif media sosial, dunia maya, atau pun masyarakat digital, banyak hal yang bisa dipertimbangkan. Sebut saja masalah hoaks, adiksi internet, kerahasiaan dan keamanan data, kebebasan berbicara, sampai yang dibahas pada contoh di atas, cyberbullying. Semuanya memang bagian yang tak terpisahkan dari dunia daring. Akan tetapi, ada hal yang sering tidak disadari, kita bersama dengan 150 juta pengguna internet lainnya di Indonesia seringkali  terjebak dalam lingkaran cyberbullying, entah sebagai pelaku maupun korban.  Hal ini sejalan dengan hasil riset Asosiasi Jasa Penyelenggaraan Internet Indonesia pada tahun 2018. Riset tersebut menunjukkan bahwa 49% responden pernah menjadi korban perundungan di media sosial.

Sebenarnya apa yang dimaksud dengan cyberbullyingCyberbullying merupakan tindakan bullying atau perundungan yang dilakukan dengan menggunakan platform digital. Cyberbullying dapat dilakukan oleh seorang atau sekelompok individu yang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi korbannya. Bentuk cyberbullying pun beragam, mulai dari mengirimkan pesan negatif atau ancaman, menyebarkan informasi bohong mengenai orang lain, berpura-pura menjadi orang lain, menyebarkan foto atau video memalukan milik orang lain, sampai revenge porn.

“Siapapun yang menggunakan internet rentan untuk menjadi korban atau pelaku cyberbullying.

Anonimitas yang disediakan oleh berbagai platform online pun semakin mendorong maraknya kebebasan untuk bertindak atau berkomentar negatif mengenai kehidupan orang lain. Sayangnya karena bersifat anonim dan tidak melibatkan interaksi tatap muka, para perundung online tidak bisa melihat secara langsung reaksi dari korbannya, sehingga mereka pun cenderung tidak merasa bersalah. Kurangnya empati juga menyebabkan pelaku perundungan online semakin kejam dan sering melakukan aksinya. Tentunya para perundung juga seringkali beranggapan bahwa mereka dapat berlindung di balik layar dan lepas dari konsekuensi negatif atas tindakan mereka. Sampai saat ini, berbagai tindakan yang telah ditempuh sebagian orang untuk “menghukum” para perundung online tampaknya belum berhasil memberikan efek jera.

Masalah cyberbullying bukan sekedar rasa sakit hati atau tersinggung yang dirasakan oleh korbannya. Kita tidak bisa bersembunyi dibalik istilah baper “bawa perasaan” atau menganggap bahwa hak untuk bebas berbicara merupakan pembenaran untuk berkomentar negatif tentang kehidupan orang lain. Terkadang yang tidak disadari, komentar yang dianggap sepele oleh si pengirim, bisa saja menyakitkan bagi si penerima. Belum lagi efek yang dihasilkan ketika komentar tersebut dibaca dan ditanggapi oleh puluhan sampai jutaan orang lain. Banyak dampak psikologis lainnya yang perlu dipertimbangkan. Berbagai artikel menjelaskan bahwa cyberbullying juga dapat mendorong berkembangnya simtom  psikologis negatif. Korban biasanya memiliki rasa percaya diri yang rendah, kemungkinan untuk depresi yang tinggi, masalah perilaku, perubahan hidup yang signifikan, bahkan kemungkinan untuk menyalahgunakan zat sampai bunuh diri.

Kini situasi pandemi juga semakin mendorong kita untuk bermigrasi dan lebih banyak menghabiskan waktu di platform digital. Semakin lama kita berselancar di dunia daring, tentunya semakin banyak hal yang bisa kita jumpai. Keadaan ini yang membuat kita terkadang ikut tergoda untuk mengomentari kehidupan orang lain. Kita bisa saja berpendapat bahwa pernyataan kita benar atau merupakan hak kita untuk berbicara. Tetapi, dengan kebebasan untuk berbicara yang besar, ada pula tanggung jawab yang perlu dipikul. Mungkin ke depannya ketika ingin mengomentari kehidupan orang lain di platform digital, akan lebih baik jika kita mencoba memposisikan diri di situasi orang tersebut. Bagaimana jika kita yang mendapatkan komentar serupa? Apakah kita siap jika komentar yang kita sampaikan nantinya bisa memengaruhi kesehatan mental pembacanya? Dan dalam bentuk ekstrem, membahayakan nyawa.

.

Referensi

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Laporan Survei Penetrasi dan Profil Pengguna Internet Indonesia 2018. (n.d.).  Retrieved September 02, 2020, from https://apjii.or.id/survei

Brewer, G., & Kerslake, J. (2015). Cyberbullying, self-esteem, empathy and loneliness. Computers in Human Behavior, 48, 255-260. doi:10.1016/j.chb.2015.01.073

Ferrara, P., Ianniello, F., Villani, A., & Corsello, G. (2018). Cyberbullying a modern form of bullying: Let’s talk about this health and social problem. Italian Journal of Pediatrics, 44(1). doi:10.1186/s13052-018-0446-4

Kemp, S. (2019, January 31). Digital 2019: Indonesia – DataReportal – Global Digital Insights. Retrieved from https://datareportal.com/reports/digital-2019-indonesia

Knack, J. M., Iyer-Eimerbrink, P., & Young, R. (2016). Anonymity of Cyberbullying. Encyclopedia of Evolutionary Psychological Science, 1-4. doi:10.1007/978-3-319-16999-6_2496-1

Peebles, E. (2014). Cyberbullying: Hiding behind the screen. Paediatrics & Child Health, 19(10), 527-528. doi:10.1093/pch/19.10.527

Rao, T. S., Bansal, D., & Chandran, S. (2018). Cyberbullying: A virtual offense with real consequences. Indian Journal of Psychiatry, 60(1), 3. doi:10.4103/psychiatry.indianjpsychiatry_147_18

Unicef. Cyberbullying: What is it and how to stop it. (n.d.). Retrieved September 02, 2020, from https://www.unicef.org/end-violence/how-to-stop-cyberbullying

Disclaimer: Tulisan ini mewakili opini penulis dan tidak menggambarkan opini dan sikap Pusat Penelitian HIV Atma Jaya.

Only available in Indonesian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download

Cyberbullying: Sebuah Pandemi Digital

Skip to content