Katanya, Warga Kota Itu Rentan Mengalami Masalah Kesehatan Jiwa. Yuk, Cari Tahu Mengapa!

2019

Pernahkah kamu mendengar jika ada yang bilang kalau orang-orang yang tinggal di daerah perkotaan lebih rentan mengalami masalah kesehatan jiwa? Katanya, warga kota mudah sekali stres, bahkan sampai depresi dalam menghadapi tekanan kehidupan di kota. Setelah ditelusuri melalui sejumlah literatur, kerentanan warga kota terhadap masalah kesehatan jiwa bukan isapan jempol belaka. Lingkungan fisik dan sosial perkotaan membawa pengaruh besar terhadap kesehatan jiwa seseorang. Dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan, risiko depresi warga kota hampir 40% lebih tinggi![1] Tingkat kecemasan juga lebih besar 20%. Kamu yang tinggal di kota juga memiliki dua kali lipat risiko rasa kesepian, rasa terisolasi, dan stres.

Peneliti menemukan bahwa 39% kaum urban memiliki kecenderungan gangguan suasana hati (mood disorders). Penelitian juga menemukan bahwa kondisi permasalahan kesehatan jiwa yang rentan dialami di lingkungan perkotaan adalah PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder), masalah manajemen kemarahan (anger management), dan gangguan kecemasan secara umum (generalized anxiety disorder)[2].

Ada tiga alasan alasan yang melatarbelakangi terjadinya peningkatan kerentanan masalah kesehatan jiwa terhadap warga. Ketiga alasan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, faktor risiko yang sudah ada sebelumnya. Kota layaknya sebuah pengharapan bagi sebagian orang. Mereka pindah ke kota untuk mencari fasilitas yang lebih baik, peluang ekonomi yang lebih menjanjikan, kesempatan mobilitas sosial yang terasa menggiurkan, dan bisa juga karena ingin mengambil jarak dari pengalaman negatif atau trauma di masa lalu. Alasan-alasan ini lantas menjadi bumerang, berbalik menjadi faktor risiko masalah kesehatan jiwa karena realitas tidak berbanding lurus dengan harapan. Hal ini kemudian mempertajam hadirnya kemiskinan, pengangguran, tunawisma, perpisahan keluarga, masalah kesehatan fisik dan kesehatan jiwa.

Kedua, faktor sosial perkotaan. Individu-individu dengan faktor risiko yang sudah ada sebelumnya, terutama kemiskinan, status minoritas, dan masalah kesehatan jiwa sering kali menghadapi kesenjangan negatif di kota. Mereka rentan mengalami pemisahan fisik dan psikologis atau alienasi dari lingkungannya. Kemiskinan, penolakan sosial, prasangka, stigma, diskriminasi bercampur aduk dalam kehidupan sehari-hari dan semakin mempengaruhi kesehatan jiwa dari si individu. Selain itu, rendahnya kohesi sosial dan viktimisasi kejahatan juga terbukti meningkatkan risiko psikosis pada kanak-kanak.

Ketiga, faktor lingkungan fisik perkotaan. Keadaan lingkungan perkotaan yang padat penduduk, kebisingan yang sering memekakkan telinga, bau tidak sedap dari lingkungan sekitar atau tempat-tempat umum, carut-marut keadaan sekitar kota, hingga intensitas polusi yang menyesakkan setiap hari merupakan bagian dari lingkungan fisik yang harus dihadapi warga kota. Semua itu kemudian disemakin diperparah dengan kemungkinan keterbatasan akses sebagian warga kota pada beberapa fasilitas seperti ruang terbuka hijau dan ruang interaksi sosial yang semakin menipis. Dampaknya? Warga kota semakin rentan akan peningkatan rangsangan goncangan masalah kejiwaan dan perasaan terkikisnya faktor-faktor pelindung kesehatan jiwa.

Jadi, apakah kamu memiliki pengalaman serupa terkait kehidupan di perkotaan? Permasalahan ini bukan berarti tidak bisa diminimalisir, tapi kamu perlu mengetahui cara pengelolaan suasana hati dan cara-cara mengatasi rasa stres atau tekanan sehari-hari. Ada sejumlah tips sederhana yang bisa coba kamu lakukan untuk mengelola suasana hati dan mengatasi stres dari tekanan aktivitas sehari-hari. Kami akan membahasnya pada artikel mendatang. Oleh karena itu, yuk pantau terus kanal-kanal media Pusat Penelitian HIV Aids UNIKA Atma Jaya!

Referensir:
– https://www.urbandesignmentalhealth.com/how-the-city-affects-mental-health.html, diakses 15 Agustus 2019
– https://www.healthline.com/health/mental-health/living-in-a-city#7, diakses 15 Agustus 2019
– Peen J, Schoevers RA, Beekman AT, Dekker J. The current status of urban-rural differences in psychiatric disorders. Acta Psychiatr Scand. 2010 Feb;121(2):84-93. doi: 10.1111/j.1600-0447.2009.01438.x. Epub 2009 Jul 13.
– Substance Abuse and Mental Health Services Administration (SAMHSA) A Comparison of Rural and Urban Substance Abuse Treatment Admissions: The TEDS Report. 2012.


[1] https://www.urbandesignmentalhealth.com/how-the-city-affects-mental-health.html, diakses 15 Agustus 2019

[2] https://www.healthline.com/health/mental-health/living-in-a-city#7, diakses 15 Agutus 2019

Only available in Indonesian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download

Katanya, Warga Kota Itu Rentan Mengalami Masalah Kesehatan Jiwa. Yuk, Cari Tahu Mengapa!

Skip to content