Diseminasi Asesmen Harm Reduction di Indonesia

Ilustrasi untuk Diseminasi Hasil Asesmen Program Harm Reduction di Empat Kota di Indonesia
Ilustrasi: Asesmen Program Harm Reduction di Indonesia

Upaya penanganan penggunaan napza dan dampaknya terhadap kesehatan masyarakat terus berkembang, termasuk melalui pendekatan yang disebut harm reduction. Harm reduction merupakan pendekatan penanganan napza yang berfokus kepada kesehatan dan hak asasi manusia. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi risiko para pengguna napza, baik dari sisi medis, sosial, dan hukum. 

Di Indonesia, kita perlu memahami konsep harm reduction lebih dari sebatas pelayanan pencegahan HIV. Padahal, dampak penggunaan napza jauh lebih kompleks. Dengan demikian, membutuhkan respons yang lebih komprehensif.

Untuk meninjau kembali efektivitas dan kebutuhan di lapangan, PPH UAJ melakukan diseminasi atas asesmen untuk program Harm Reduction pada 21 Maret 2025. Asesmen ini mengidentifikasi tantangan, kesenjangan layanan, dan peluang untuk perbaikan yang telah berjalan di Jakarta Barat, Bekasi, Salatiga, dan Makassar. Harapannya, asesmen ini bisa menjadi dasar untuk merancang model layanan komunitas yang lebih komprehensif. Diseminasi dihadiri oleh peneliti, tenaga kesehatan, perwakilan LSM, dan pemangku kepentingan pemerintah.

Visualisasi Harm Reduction melalui Photovoice

Photovoice merupakan metode pengumpulan data kualitatif berbasis partisipasi dan visual. Penggunaan medium foto ini memungkinkan pengumpulan data untuk studi terhadap kelompok marjinal dan isu sensitif. Dalam konteks ini, peneliti akan membahas sesuatu yang sangat sensitif yang bisa memicu ingatan buruk hingga kekambuhan (relapse). Melalui fotografi sebagai medium visual, photovoice memberikan ruang untuk pengguna napza menggambarkan secara konkret. Foto ini lalu menjadi pemantik diskusi terkait dengan pengalaman mereka menjalani program pengurangan dampak buruk di Indonesia.

Melaui photovoice, kami mendapatkan berbagai tema yang menggambarkan perjalanan dan pengalaman pengguna napza, sebagai partisipan peneliti dalam program harm reduction. Tema-teman ini adalah akses layanan, isolasi dan stigma, hingga perjuangan dan harapan untuk pulih. Foto-foto seperti “Kursi Ajaib” atau “Yang Terpaksa Disembunyikan” memantik diskusi yang mendalam dari suatu gambaran kehidupan sehari-hari yang seringkali terabaikan. 

Temuan Lapangan

Tim peneliti memaparkan bahwa terjadi perubahan signifikan dalam pola penggunaan Napza, dari suntik ke jenis zat lain. Meski jumlah pengguna suntik menurun, layanan yang ada belum sepenuhnya menyesuaikan dengan kebutuhan pengguna baru.

Beberapa kota seperti Jakarta sudah menunjukkan praktik baik, misalnya dengan pelayanan yang terintegrasi dan fleksibel. Petugas kesehatan mulai menunjukkan sikap terbuka dan empatik kepada pengguna. Sikap dalam layanan ini berdampak positif pada perilaku dan disiplin pengobatan. Bahkan, tingkat penularan HIV tercatat menurun dalam dua tahun terakhir. Komunitas juga semakin terlibat aktif dalam edukasi dan advokasi, sehingga memperkuat efektivitas program.

Potensi dan Tantangan Program Harm Reduction

Hasil asesmen menggarisbawahi bahwa harm reduction memiliki potensi besar jika multisektor berkolaborasi. Program ini sudah mendapat dukungan dari pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil. Sayangnya, masih banyak tantangan di lapangan, seperti stigma sosial, kurangnya pemahaman tentang harm reduction, keterbatasan sumber daya manusia, dan nihilnya regulasi yang spesifik dan mendukung.

Tantangan ini makin terasa karena pendekatan yang terlalu fokus pada HIV membuat pemangku kebijakan kerap melupakan aspek sosial dan legal dari para pengguna. Padahal, banyak dari mereka justru lebih membutuhkan perlindungan hukum dan dukungan sosial daripada sebatas pada pengobatan medis.

Untuk Harm Reduction yang Inklusif

Harm reduction harus menjadi program yang inklusif dan responsif. Diskusi mengusulkan model layanan mencakup pendidikan bagi pengguna dan keluarga, drop-in center untuk pendampingan psikososial, rujukan layanan kesehatan dan hukum, serta pelibatan komunitas dalam perencanaan program. Pendekatan lintas sektor dan regulasi yang mendukung menjadi kunci keberhasilan ke depan.

Asesmen ini menjadi pengingat bahwa harm reduction bukan sekadar konsep, tapi sebagai layanan kesehatan untuk pengguna napza. Kita tak bisa membiarkan layanan dan kebijakan tertinggal di belakang ketika pola penggunaan Napza berubah dengan cepat. Pengguna napza harus menjadi pusat dalam perancangan program ke depan.

Harapan lainnya adalah memperkuat kapasitas komunitas, mendekatkan layanan kepada pengguna, serta membangun ruang aman yang menghapus stigma dan diskriminasi. Tak kalah penting, pendekatan agama juga bisa berperan, karena banyak pengguna memiliki latar keagamaan yang justru menjauhkan mereka dari layanan kesehatan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *