Search
Close this search box.

Bagaimana Menghadapi Kedukaan yang Datang Bertubi di Kala Pandemi?

Foto. Dok Kegiatan

Sepanjang 2020 – 2021, pandemi COVID-19 yang melanda dunia seakan tidak hentinya menghantarkan berita duka baik dari teman, sahabat, rekan kerja, sanak saudara, atau bahkan keluarga terdekat. Ungkapan belasungkawa dan nuansa berkabung menjadi seolah jadi bagian yang tidak bisa terpisahkan dari keseharian meski lebih banyak terungkapkan di laman-laman sosial media atau jejaring daring lainnya. Berturut-turut dihantam kabar duka di masa pandemi, sebagian dari kita mungkin merasa kewalahan dan tidak mempunyai cukup jeda untuk memproses kedukaan. Menyadari pentingnya pemahaman dan pengetahuan tentang menghadapi serta menyikapi kedukaan, Community of Practice (CoP) Kesehatan Jiwa berkolaborasi dengan PUI-PT PPH PUK2IS UAJ, Ad Familia, Infinita Center, dan Lentera Anak Pelangi menyelenggarakan sebuah talkshow bertajuk “Survive Menghadapi Kedukaan”.

Dihelat secara daring pada Selasa siang (12/10), talkshow yang dipandu oleh Riama Siringo (Manager Psikososial Lentera Anak Pelangi) ini menghadirkan empat orang pembicara. Mereka adalah Elly Wulandari M.Psi., Psikolog (Founder & Psychologist Infinita Center), Dra. Ratu Adhe Wzna Sofwat M.Psi., Psikolog (Psychologist RSAU Dr. Esnawan Antariksa & Hermina Bekasi), Dr. Mona Sugianto M.Psi., Psi. (Managing Director & Psychologist Ad Familia), dan dr. Lina R. Mangaweang Sp.KJ (Psychiarist RS Harum Sisma Medika).

Ketika berbicara tentang kedukaan, dr. Lina memaparkan tentang teori lima tahapan berduka dari Kübler-Ross. Secara menarik, ia mengungkapkan bahwa menurut Kübler-Ross seseorang yang tengah mengalami kedukaan akan melewati lima tahapan yakni: 1). Penyangkalan. Tahapan saat orang yang berduka masih mengalami perasaan terkejut, bingung, takut, dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ia biasanya akan mencari bukti untuk mengurangi rasa sakit dari situasi yang dialmi; 2). Marah. Tahapan ini luapan emosi muncul karena merasa ada luka yang mengiritasi tapi tidak bisa mengatasi. Orang tersebut akan mengalami rasa frustrasi dan kecemasan berlebihan; 3). Tawar-menawar atau bargaining. Di tahapan ini, orang yang berduka sudah bisa berpikir rasional tetapi masih mengandai-andai dan belum bisa benar-benar mengikhlaskan; 4). Depresi. Tahap ini biasanya digantai dengan banyaknya aktivitas yang terbengkalai karena orang yang berduka justru tengah mengingat-ingat memori-memori yang justru kalau diingat menimbulkan luka. Orang yang berada di tahapan ini juga kerap merasa sendiri karena berpikir bahwa tidak ada teman atau orang yang menemani; dan 5). Penerimaan. Di tahap ini seseorang bisa menerima kenyataan dengan ikhlas dan belajar untuk menerima hidup dengan kondisi yang sedang diterima. Akan berusaha untuk bisa keluar dari fase kedukaan/kehilangan. Muncul perasaan bersalah saat merasa bahagia karena sedang mengalami kedukaan. Tapi kemudian akan berusaha mengingat yang baik-baik tentang orang tersebut.

Sebelum mengakhiri talkshow, lima tips dalam menghadapi kedukaan di masa pandemi disampaikan oleh pembicara. Kelima tips tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Memberikan waktu atau kesempatan diri kita untuk berduka karena setiap orang membutuhkan waktu untuk memaknai, menghayati, “menikmati” perasaan kedukaannya. Dengan memberikan waktu dan porsi bagi diri kita untuk menghadapinya, kebijaksaan akan muncul. Sebab, penderitaan yang kita alami perlu disadari akan memaksa munculnya kebijaksanaan dari diri kita.
  2. 2. Self compassion. Berbelas kasihlah kepada diri kita sendiri. Saat kehilangan orang yang kita sayangi, berbelas kasihlah kepada diri kita sendiri. Contohnya adalah tetap memakan makanan yang diperlukan tubuh, karena tubuh butuh makan, dan beristirahat karena tubuh kita membutuhkannya. Kita juga tidak perlu memaksa dan membanding-bandingkan respon dan cara kita menghadapi kedukaan dengan orang lain.
  3. Berupaya untuk tidak terfokus pada rasa kehilangannya dan perasaan sedih yang dirasakan, tetapi juga perasaan-perasaan lain ketika mengingat kenangan-kenangan yang pernah dimiliki bersama sehingga kita bisa secara adil mengenang tentang sosok tersebut (orang yang pergi dari kita).
  4. Mencoba berpikir dari sudut pandang dia (orang yang pergi meninggalkan kita). Kita bisa mencoba untuk memikirkan sudut pandang dia tentang apa yang dia inginkan setelah ‘kepergiannya’?  Apakah dia ingin saya tetap sedih? Apakah dia mengharapkan saya lebih kuat? Atau bagaimana? Itu adalah kondisi yang perlu kita lihat.
  5. Waktu yang ada perlu digunakan untuk aktivitas-aktivitas yang positif. Jangan pula ragu untuk bergabung dalam support group therapy atau komunitas dukungan dalam menghadapi kedukaan lainnya. Kita juga perlu mengingatkan diri bahwa tidak apa-apa dan sangat wajar jika membutuhkan bantuan, jika kita perlu menemui psikolog atau psikiater.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content