Search
Close this search box.

COVID-19 dan Penyandang Disabilitas Psikososial di Panti Sosial dan Rumah Sakit Jiwa

Situasi pandemi global COVID-19 memberikan dampak besar dalam berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya itu, masifnya penyebaran virus COVID-19 turut menghadirkan posisi rentan bagi individu maupun kelompok dengan kondisi khusus. Salah satu kelompok masyarakat yang rentan dan terdampak namun sering kali luput dari perhatian ialah penyandang disabiltias psikososial, khususnya para penghuni panti sosial dan rumah sakit jiwa. Berdasarkan pemberitaan yang dilansir oleh media massa Kompas, sebanyak 80 pasien yang merupakan penyandang disabilitas psikososial dari Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi, Makassar terpapar virus Corona. Sementara, dua panti sosial di Cipayung, Jakarta Timur milik Pemprov DKI Jakarta justru menjadi klaster penyebaran virus setelah 302 pasien dinyatakan positif terkena COVID-19. Layaknya fenomena gunung es, tidak menutup kemungkinan bila penyebaran COVID-19 pada penyandang disabilitas psikososial bisa jadi lebih besar daripada yang telah diberitakan.

Urgensi problematika persebaran infeksi COVID-19 pada penyandang disabilitas psikososial yang menjadi pasien di panti sosial dan rumah sakit jiwa mendorong koalisi masyarakat sipil yang peduli akan isu ini menyuarakan pendapat melalui peluncuran rilis media (pers release) dan konferensi pers virtual. Berlangsung pada Kamis (07/01) pukul 11.00 WIB, tiga orang pembicara dihadirkan dalam konferensi pers. Ketiganya adalah Yeni Rosa Damayanti (Perhimpunan Jiwa Sehat), Andreas Harsono (Human Rights Watch), dan Muhamad Hafiz (Human Rights Working Group). Dalam kesempatan ini, Caroline Thomas selaku Staf Advokasi PUI-PT Pusat Penelitian HIV AIDS UNIKA Atma Jaya (PPH) juga turut mengikuti jalannya acara. Sebagai catatan tambahan mewakili PPH, Caroline mengungkapkan pandangan menarik bahwa pemerintah semestinya juga memberi perhatian lebih pada komunitas di lingkungan tertutup lainnya terkait situasi COVID-19.

“Selain panti sosial, pemerintah Indonesia juga harus memperhatikan pencegahan dan penanggulangan COVID-19 di lingkungan tertutup lainnya seperti penjara dan panti rehabilitasi napza. Protokol kesehatan yang ketat untuk penghuni dan caretaker harus diberlakukan untuk mencegah penularan dari luar lingkungan ke dalam lingkungan tertutup,” tuturnya.

Rilis Pers:

Segera Tangani Lonjakan Kasus Covid-19 Di Panti-Panti Sosial Disabilitas Mental

Saat ini, ratusan penghuni panti sosial dan rumah sakit jiwa yang tersebar di seluruh Indonesia telah banyak yang terpapar Covid-19. Berdasarkan berita yang ditulis oleh Kompas, sebanyak 80 pasien yang merupakan penyandang disabilitas psikososial dari Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Dadi, Makassar terpapar virus Corona. Sementara, dua panti sosial di Cipayung, Jakarta Timur milik Pemprov DKI Jakarta justru menjadi klaster penyebaran virus setelah 302 pasien dinyatakan positif terkena Covid-19. Selain kasus yang telah diberitakan tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi serupa juga terjadi di banyak panti sosial disabilitas mental lainnya di Indonesia. Jika tidak ada penanganan yang cepat dan tepat dari pemerintah, ratusan panti sosial akan menjadi klaster baru penyebaran virus Corona.

Pada Maret 2020, koalisi masyarakat sipil yang peduli hal ini telah melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan pencegahan dan penanganan kasus Covid-19 di panti-panti sosial disabilitas mental. Surat itu berisi peringatan atas rentannya situasi penyandang disabilitas mental yang tinggal di panti sosial, terhadap infeksi Covid-19 serta pentingnya perlindungan khusus bagi penyandang disabilitas khususnya mereka yang berada di tempat tertutup seperti panti sosial. Dengan adanya lonjakan kasus seperti yang telah diberitakan di media kemarin, menunjukkan bahwa pemerintah tidak banyak melakukan apapun, terutama sejak surat terbuka tersebut dikirimkan. Koalisi juga pernah melaksanakan pertemuan dengan Kantor Staf Presiden (KSP) untuk merespon hal ini dan KSP sudah mengkoordinasikan ke sejumlah Kementerian dan Pemerintah Daerah, namun sepertinya Pemerintah Pusat dan Daerah belum memiliki titik temu tentang pengelolaan, penanganan, dan pengawasan panti-panti tersebut.

Situasi panti sosial sudah seharusnya menjadi perhatian serius dalam penanganan dan pencegahan kasus Covid-19 mengingat kapasitas, sanitasi, dan gizi di dalam panti relatif tidak layak. Petugas yang keluar masuk tanpa melakukan protokol kesehatan yang ketat, bangunan panti yang cenderung tertutup, sanitasi yang buruk dan gizi yang tidak memadai, hingga pemasungan atau perantaian yang masih terjadi, sangat berpotensi meningkatkan risiko penyebaran virus di dalam panti sosial. Selain itu, tidak adanya koordinasi yang baik antara Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah/Kota mengenai pengelolaan dan pengawasan panti juga menjadi persoalan lain yang menambah kompleksitas masalah ini.  

Untuk itu, sesuai dengan Pasal 20 UU No. 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas yang menekankan hak perlindungan dari bencana, kami koalisi masyarakat sipil yang peduli permasalahan ini, mendesak pemerintah untuk:

  1. Memastikan semua petugas panti menjalankan protokol kesehatan seperti tenaga kesehatan di rumah sakit sebelum memasuki area panti.
  2. Memastikan kebijakan pemerintah untuk mencegah penularan COVID-19 melalui physical distancing juga diterapkan di dalam panti-panti sosial baik milik pemerintah maupun swasta. Mengecualikan mereka dari kebijakan perlindungan ini adalah sebuah bentuk diskriminasi.
  3. Melakukan tes swab dan rapid test antigen secara berkala kepada penghuni dan petugas panti.
  4. Moratorium penambahan penghuni panti.
  5. Memastikan penghuni yang telah terpapar Covid-19 mendapat perawatan yang maksimal dan layak.
  6. Memenuhi kebutuhan nutrisi, vitamin, dan sanitasi yang layak bagi seluruh penghuni panti
  7. Membuat mekanisme pengawasan panti yang transparan dan melibatkan organisasi penyandang disabilitas dalam mengentaskan kasus Covid-19.
  8. Mencari alternatif solusi lain untuk menangani penyandang disabilitas mental yang tidak berbentuk panti.
  9. Pergantian Menteri Sosial yang baru untuk memperhatikan kasus ini, ‘blusukan’ ke panti-panti, karena sudah berkali-kali dilaporkan namun belum direspon, serta kewenangan Menteri Sosial yang memegang kewenangan standar pelayanan minimal di panti-panti.
  10. Memasukkan petugas dan penghuni panti dalam prioritas pemberian vaksinasi karena mempertimbangkan kerentanannya

Yang bertanda tangan di bawah ini:

  1. Perhimpunan Jiwa Sehat
  2. Human Rights Watch
  3. Human Rights Working Group
  4. LBH Masyarakat
  5. Indonesia Judicial Research Society

Narahubung: +62 815 1733 7325 (Citra Maudy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content