Search
Close this search box.

[RILIS PERS] Oktober, Bulan Kesehatan Jiwa yang Perlu Diperingati Bersama

“Mental Health for All: Greater Investment – Greater Access”
Oktober 2020

Berbicara tentang kesehatan tidaklah cukup bila hanya sebatas mengenai kesehatan fisik, tetapi juga harus mencakup kesehatan psikis atau kesehatan jiwa. Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) sendiri lantang mengatakan bahwa kesehatan jiwa merupakan bagian penting dari wacana kesehatan. WHO lantas mendefinisikan kesehatan jiwa sebagai keadaan terkait kesejahteraan seseorang, dimana setiap individu mampu menyadari potensi dirinya, dapat mengatasi tekanan kehidupan sehari-hari, dapat bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta mampu memberikan kontribusi kepada komunitas tempat ia bernaung. Atas dasar pengertian tersebut, sudah barang tentu kesehatan jiwa sangat penting bagi kemampuan kolektif dan individu sebagai manusia. Sebab, kesehatan jiwa dibutuhkan untuk berpikir, merasakan emosi, berinteraksi satu sama lain, mencari nafkah dan menikmati hidup. Oleh karena itu, promosi, perlindungan dan pemulihan kesehatan jiwa merupakan hal yang krusial bagi individu, komunitas, dan masyarakat di berbagai belahan dunia.

Sayangnya, dalam realitas sehari-hari, kesehatan jiwa seringkali terlupakan dari wacana kesehatan. Jikalau ada pembahasan tentang kesehatan jiwa, ia seolah berdiam di pojok ruangan dan terabaikan, tidak menjadi salah satu persoalan utama yang mesti diselesaikan. Padahal, satu milyar orang berjuang hidup dengan isu kesehatan jiwa dalam dirinya, tiga juta orang meninggal setiap tahunnya karena ketergantungan berat pada alkohol dan setiap 40 detik ada satu orang yang meninggal karena bunuh diri. Sementara itu, di konteks nasional, dalam rentang lima tahun (2013 – 2018), prevalensi orang dengan masalah kesehatan jiwa pada penduduk di atas 15 tahun terus mengalami peningkatan. Jika diestimasi melalui triangulasi data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), dapat diperkirakan ada sekitar 19 juta orang pada kelompok umur tersebut yang mengalami gangguan mental emosional, dan hampir 12 juta mengalami depresi. Sayangnya, tingginya prevalensi depresi dan gangguan emosional ini tidak diikuti ketersediaan layanan pengobatan yang memadai. Data Riskesdas di tahun 2018 mengungkapkan bahwa dari hampir 12 juta orang penderita depresi hanya 9% atau sekitar 1 juta orang penderita depresi yang memperoleh pengobatan. Dan kini, situasi pandemi COVID-19 telah memberi sumbangan dampak besar pada permasalahan kesehatan jiwa milyaran orang di seluruh dunia. Kenyataan tidak menyenangkan ini kemudian diperkeruh dengan belum meratanya keterjangkauan akses terhadap pelayanan kesehatan jiwa di berbagai belahan dunia. Pasalnya, ada lebih dari 75% orang dengan permasalahan kesehatan jiwa termasuk mereka yang mengalami gangguan neurologis dan penyalahgunaan obat-obatan tidak mendapatkan perawatan klinis bagi kondisinya[1].

Belum meratanya akses terhadap pelayanan kesehatan jiwa yang berkualitas dan terjangkau bagi siapa saja telah menghadirkan kegelisahan global, terlebih dengan kondisi pandemi seperti sekarang. Berangkat dari kegelisahan akan perguliran narasi akses pelayanan kesehatan jiwa, peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (World Mental Health Day) 2020 yang jatuh pada tanggal 10 Oktober lalu, mengambil tema besar “Mental Health for All: Greater Investment – Greater Access”. Tema ini dimaksudkan untuk mendorong perbaikan perhatian/pengarusutamaan dan investasi/anggaran baik institusi pemerintah maupun swasta kepada isu kesehatan jiwa.

Keresahan akan permasalahan kesehatan jiwa –termasuk di dalamnya persoalan akses layanan kesehatan jiwa- turut dirasakan oleh Pusat Penelitian HIV AIDS UNIKA Atma Jaya – Pusat Unggulan Kebijakan Kesehatan dan Inovasi Sosial (PPH). Dalam upaya untuk mendorong perbaikan kebijakan, termasuk penyediaan layanan di isu kesehatan jiwa di Indonesia, PPH mulai melakukan penelitian khusus di isu layanan kesehatan jiwa di Indonesia. Dimulai pada medio 2019, tim peneliti PPH berhasil menuntaskan dua penelitian, yakni “Tinjauan Kebijakan Kesehatan Jiwa”, dan “Evaluasi Implementasi Kebijakan Kesehatan Jiwa di Puskesmas”. Dari riset awal tersebut kemudian diketahui bahwa ketiadaan petunjuk teknis (juknis) terstandarisasi di puskesmas merupakan salah satu hambatan dalam pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia. Sehingga ke depannya diperlukan serangkaian upaya dalam mendorong perbaikan menyeluruh dalam layanan kesehatan jiwa di Indonesia, termasuk pembuatan juknis terstandarisasi di puskesmas.

Dilakukan secara paralel dengan agenda penelitian, PPH juga turut menginisiasi Tim Kerja Teknis (Technical Working Group) sebagai forum diskusi isu-isu kebijakan dan layanan Kesehatan jiwa untuk mendukung kegiatan penelitian yang dilakukan. Tim Kerja Teknis isu kesehatan jiwa tersebut beranggotakan perwakilan dari komunitas yang fokus terhadap isu Kesehatan jiwa, HIV, Napza; penyedia layanan kesehatan jiwa; organisasi profesi bidang kesehatan jiwa; serta institusi pemerintah terkait (Kementerian Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan). Tim Kerja Teknis ini kemudian menjadi pijakan awal PPH guna mengembangkan wadah Community of Practice (CoP) untuk mendorong advokasi yang lebih strategis dalam isu kesehatan jiwa di Indonesia.

Pembentukan CoP yang dilakukan sebagai bagian dari upaya mendorong perbaikan layanan kesehatan jiwa. Di masa pandemi COVID-19, kehidupan sehari-hari semua orang di seluruh dunia telah banyak berubah. Banyak orang takut terinfeksi dan kehilangan anggota keluarga. Orang-orang telah dijauhkan secara fisik dari jaringan dukungan mereka dan banyak yang berduka atas kematian orang yang dicintai. Jutaan orang menghadapi gejolak ekonomi, kehilangan atau berisiko kehilangan pendapatan dan mata pencaharian. Selain itu, banyak populasi tertentu terus mengalami keadaan yang sangat menantang. Petugas kesehatan yang berada pada garis terdepan dan pertama terus menerus terpapar pada stresor yang kompleks dalam sistem kesehatan yang sering tidak siap dan kewalahan. Pembentukan CoP diharapkan dapat mendorong advokasi dalam isu kesehatan jiwa yang positif memungkinkan seseorang untuk mengatasi tekanan hidup, bekerja secara produktif, dan tetap memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat.

Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang selalu dihelat pada 10 Oktober, PPH menyelenggarakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membangun kesadaran akan pentingnya kesehatan jiwa bagi setiap manusia, terutama teman-teman ODHA dan populasi kunci yang memiliki kerentanan terhadap isu kesehatan jiwa. Berikut adalah tiga agenda utama PPH dalam rangka peringatan Hari Kesehatan Sedunia 2020 di sepanjang Oktober 2020 :

  1. Sayembara Photo Story “Cerita Jiwa: Kisah Tentang Kesehatan Jiwa, HIV AIDS, dan Kita” (1 – 8 Oktober 2020)
    Sayembara Photo Story ini bertujuan untuk peningkatan kesadaran tentang pentingnya kesehatan jiwa di Indonesia, terkhusus bagi ODHA. Dengan berbagi pengalaman ini, diharapkan masyarakat juga dapat mendorong kesetaraan akses layanan kesehatan jiwa bagi populasi kunci dan juga ODHA. Selain itu, sayembara ini juga diharapkan dapat menjadi sarana untuk mengenalkan PPH ke masyarakat yang lebih luas melalui media sosial -terutama Instagram, meskipun pelaksanaan dan pengumumannya juga akan dimuat pada media sosial PPH lainnya- sehingga informasi-informasi hasil penelitian PPH semakin dapat disebarluaskan ke depannya.
  2. Weekday for Healing (WfH) (9 Oktober 2020)
    Beban dan waktu kerja yang dirasa menjadi lebih banyak, tempat atau ruang kerja yang kurang kondusif hingga kekhawatiran akan COVID-19 yang masih menghantui jadi faktor timbulnya perasaan cemas dan stres dalam diri selama periode Work from Home (WFH). Kepedulian akan permasalahan kesehatan jiwa semasa pandemi ini lantas memunculkan inisiasi kegiatan relaksasi ini. PPH ingin mengajak teman-teman semua untuk melakukan praktik relaksasi efektif bersama Dian Ibung, Psikolog.
  3. Forum Diskusi Ilmiah Nasional “Tantangan dan Peluang Akses Kesehatan Jiwa Untuk Semua di Indonesia” (21 Oktober 2020)
    Forum Diskusi Ilmiah Nasional ini bertujuan untuk memperoleh gambaran menyeluruh terkait Kebutuhan, Tantangan dan Peluang Layanan Kesehatan Jiwa di Indonesia, dan secara khusus akan membahas dan memberikan gambaran mengenai: 1) Kesiapan penyelenggaraan layanan kesehatan jiwa yang komprehensif pada layanan kesehatan primer di Indonesia; 2) Kondisi dan kebutuhan layanan kesehatan jiwa di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta; 3) Dukungan dan kendala yang dialami oleh komunitas ODHA dalam mengakses layanan kesehatan jiwa; dan 4) Strategi pemerintah dalam mengupayakan tersedianya layanan kesehatan jiwa yang memadai yang dapat diakses oleh masyarakat Indonesia.

Narahubung:
Armadina Az (media officer PPH UAJ)
085695600104
armadinaaz@gmail.com


[1] https://www.who.int/news-room/detail/27-08-2020-world-mental-health-day-an-opportunity-to-kick-start-a-massive-scale-up-in-investment-in-mental-health

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content