Search
Close this search box.

Sirkumsisi Medis pada Pria untuk Pencegahan HIV secara Global dan Rencana Contoh Model Intervensi di Papua

Foto. Dok Kegiatan

Sirkumsisi atau yang biasa dikenal dengan istilah sunat atau khitan merupakan praktik pembedahan pembuangan seluruh atau sebagian kulup penis pada pria yang jamak dilakukan di berbagai belahan dunia. Praktik ini biasanya identik dengan ritual kebudayaan atau keagamaan dan masih jarang ditemui karena alasan medis, padahal sirkumsisi pada membawa banyak manfaat medis. Salah satunya berkaitan dengan upaya mengurangi risiko penularan infeksi penyakit menular seksual dan infeksi HIV. Sejak tahun 2007, WHO dan UNAIDS bahkan telah merilis pernyataan bila manfaat dari sirkumsisi pada pria terbukti mampu mereduksi risiko penularan HIV dari hubungan heteroseksual dan hal ini merupakan tonggak penting dalam sejarah pencegahan HIV. Selain itu, meningkatkan praktik sirkumsisi pada pria di negara tertentu dapat memberikan manfaat langsung pada individu. Oleh karena itu, sirkumsisi pada pria harus dianggap sebagai bagian dari rangkaian upaya pencegahan HIV yang komprehensif.

Mengingat begitu pentingnya sirkumsisi sebagai upaya pencegahan penularan HIV, PUI-PT Pusat Penelitian HIV AIDS UNIKA Atma Jaya (PPH) menyelenggarakan Lecture Series bertajuk “Sirkumsisi Medis pada Pria untuk Pencegahan HIV secara Global dan Rencana Contoh Model Intervensi di Papua”. Berlangsung secara daring pada Rabu pagi (10/02), kegiatan ini menghadirkan Robert C. Bailey, Ph.D, Professor Emiritus, Epidemiology & Biostatistics University of Illinois at Chicago (UIC) sebagai pembicara utama. Dalam kegiatan ini, Robert C. Bailey turut menyampaikan rencana penelitiannya mengenai model sirkumsisi medis dan sukarela (MSMS) bagi laki-laki asli Papua. Penelitian ini merupakan kerja sama PPH dengan University of Illinois at Chicago.

Rencana penelitian Robert C. Bailey di Papua berangkat dari latar belakang penyebaran epidemi HIV di Papua yang menyumbang hingga 15% dari total keseluruhan kasus HIV di Indonesia. Hal ini merupakan ironi sebab jumlah penduduk di Papua hanya 1,5% dari keseluruhan penduduk Indonesia. Banyaknya penemuan kasus baru infeksi HIV di Papua diketahui terjadi melalui transmisi aktivitas seksual (heteroseksual) sehingga pengenalan model intervensi sirkumsisi pada pria di Papua dipandang sebagai salah satu solusi untuk mengikis risiko penyebaran HIV dan dapat mendatangkan dampak yang signifikan dalam mengurangi jumlah kasus baru. Secara spesifik, tujuan model intervensi sirkumsisi ialah melibatkan anggota masyarakat Papua untuk mengeksplorasi penerimaan, hambatan, dan fasilitator dalam pengenalan MSMS yang komprehensif guna mereduksi infeksi HIV di Papua. Harapannya kemudian adalah program intervensi ini kedepannya dapat menjadi percontohan yang dapat membuah hasil intervensi yang lebih besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content