Pencegahan dan Perawatan Penggunaan Napza di Indonesia dan Vietnam

Guest Lecture tentang pencegahan dan perawatan gangguan penggunaan napza di Indonesia dan Vietnam. Bertajuk From Prevention to Care in Substance Use Disorder (SUD): Lesson Learned from Indonesia and Vietnam
Guest Lecture tentang Prevention to Care in Substance Use Disorder (SUD): Leason Learned from Indonesia and Vietnam

Permasalahan penyalahgunaan napza, khususnya zat stimulan seperti sabu, menjadi tantangan kesehatan masyarakat di kawasan Asia Tenggara. Setiap wilayah memiliki pola penggunaan napza tersendiri dengan kondisi sosial-budaya yang kompleks. Indonesia dan Vietnam memiliki beberapa persamaan terkait dengan kondisi dan implementasi perawatan untuk gangguan penggunaan napza (SUD). Kedua negara mengalami peningkatan signifikan dalam penggunaan zat stimulan. Terdapat pergeseran penggunaan methamphetamine sebagai pengganti heroin. Lalu, intervensi berbasis komunitas menjadi pilihan utama untuk menghadapi permasalahan ini. 

Melihat kesamaan kondisi dan tantangan ini, PPH UAJ bersama International Technology Transfer Center (ITTC) Indonesia mengadakan Guest Lecture tentang pencegahan dan perawatan gangguan penggunaan napza di Indonesia dan Vietnam. Bertajuk From Prevention to Care in Substance Use Disorder (SUD): Lesson Learned from Indonesia and Vietnam, kami mengundang Ade Aulia S.Psi, MAP dari UNODC Indonesia dan Dr. LE, Minh Giang dari Hanoi Medical University, Vietnam sebagai narasumber. Guest Lecture diadakan pada 15 Mei 2025 di Kampus Semanggi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. 

Intervensi dan Terapi Substitusi untuk Indonesia

Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dalam penggunaan zat stimulan. Data BNN pada tahun 2024 menunjukkan bahwa pengguna zat stimulan jauh lebih tinggi dibandingkan dekade sebelumnya. Namun, jumlah yang menerima layanan pengobatan masih rendah. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan besar antara kebutuhan dan ketersediaan layanan rehabilitasi.

Kondisi ini mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi yang menyeluruh. Populasi berisiko seperti lekasi seks dengan lelaki (LSL) dan penggunaan napza suntik membutuhkan intervensi yang efektif pada tahapan promotif, preventif, hingga perawatan. Dalam paparannya, Ade menekankan kebutuhan atas penyediaan layanan yang mengintegrasikan pencegahan HIV, TB, dan hepatitis C. Layanan pencegahan HIV yang sudah berjalan seperti mendukung perilaku seks aman untuk menekan infeksi HIV pada pengguna napza.

Selain intervensi, Indonesia perlu mengembangkan terapi substitusi yang terkini untuk pengguna stimulan. Terapi ini belum menjadi layanan utama dalam intervensi, namun beberapa negara sudah menjalankan upaya ini. Ade menyoroti dua model dari Inggris dan Republik Ceko yang berhasil mengembangkan terapi substitusi berbasis metilfenidat atau dextroamphetamine untuk menurunkan penggunaan sabu.

Pendekatan Terpadu untuk Penggunaan Napza di Vietnam

Dalam menghadapi kondisi gangguan penggunaan napza, Vietnam berusaha untuk mengalihkan pendekatan kuratif dan punitif kepada harm reduction (pengurangan dampak buruk). Dalam kesempatan ini, Dr. Le, Minh Giang menceritakan pengalamannya dalam mengembangkan sistem rehabilitasi berbasis komunitas yang memantau pengguna napza. Daripada mengirimkan paksa pengguna methamphetamine dan zat stimulan lainnya ke panti rehab, anggota masyarakat setempat melakukan pengawasan selama 2 tahun. Program ini mengedepankan nilai-nilai harm reduction dan integrasi sosial. Sayangnya, sistem rehabilitasi ini masih bergantung pada penegakan hukum. Sifat sukarela komunitas untuk melakukan pemantauan menjadi evaluasi dalam sistem ini. 

Bagi pengguna metadon, Vietnam menerapkan dan mengembangkan program terapi substitusi metadon. Dibanding sistem rehabilitas berbasis komunitas, program ini telah menjangkau lebih dari 48.000 pasien di 60 provinsi. Pengembangan terbaru dari program ini adalah memperluas kebijakan take-home dose agar pasien bisa membawa metadon untuk dikonsumsi di rumah. 

Berangkat dari kesuksesan terapi substitusi metadon, Minh Giang menjelaskan bahwa Vietnam sedang menguji penggunaan buprenorfin sebagai alternatif terapi. Namun, keterbatasan akses dan kurangnya minat dari penyedia layanan menjadi hambatan utama. Di samping itu, Vietnam menghadapi tantangan dalam menangani pengguna napza sintetik seperti methamphetamine. Keterbatasan layanan rehabilitasi pada rumah sakit jiwa dan detoks jangka pendek menjadi hambatan utama yang perlu diselesaikan terlebih dahulu.

Pendekatan berbasis Keluarga dan Komunitas

Pendekatan berbasis keluarga dan komunitas menjadi strategi yang perlu diperkuat di kedua Indonesia dan Vietnam dalam mengatasi gangguan penggunaan napza. Keterlibatan keluarga dalam proses rehabilitasi terbukti meningkatkan keberhasilan perawatan, terutama dengan fasilitas kesehatan yang aksesibel. Penguatan peran keluarga dalam intervensi berbasis harm reduction menjadi strategi yang perlu diperkuat. 

Indonesia dan Vietnam menunjukkan bahwa keberhasilan penanganan gangguan penggunaan napza membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif dan terintegrasi. Program intervensi tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan medis atau hukum semata. Layanan kesehatan, intervensi sosial, dan dukungan komunitas harus terintegrasi untuk menciptakan ekosistem pemulihan yang efektif.

Indonesia dan Vietnam memiliki beberapa kesamaan utama dalam menangani gangguan penggunaan zat (SUD). Keduanya tengah menghadapi peningkatan signifikan dalam penggunaan zat stimulan, khususnya metamfetamin, yang kini menjadi tantangan utama menggantikan opioid seperti heroin. Meski telah memiliki sistem pengobatan untuk ketergantungan opioid seperti terapi metadon, keduanya masih kekurangan model perawatan yang komprehensif untuk pengguna stimulan. 

Baik Indonesia maupun Vietnam sama-sama menyadari pentingnya intervensi berbasis komunitas, namun implementasinya masih menghadapi hambatan. Di Vietnam, pendekatan komunitas masih sangat bergantung pada penegak hukum, sedangkan Indonesia sedang mengembangkan intervensi sukarela yang melibatkan keluarga dan masyarakat. Selain itu, keterlibatan keluarga dalam proses pemulihan merupakan hal yang penting oleh kedua negara, namun masih terkendala oleh keterbatasan infrastruktur layanan. Keduanya juga menunjukkan upaya untuk menjembatani pendekatan kesehatan masyarakat dengan sistem hukum dalam merespons penyalahgunaan narkoba secara lebih holistik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *