Pada Juni 2014, Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Permenkes RI No. 28/2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pedoman ini menjadi acuan bagi Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), Pemerintah dan Pemberi Layanan Kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional, serta pihak terkait dalam penyelenggaraan JKN. Dalam penyelenggaraannya, Jaminan Kesehatan Nasional merupakan dana amanat dan nirlaba dengan manfaat untuk peningkatan kesehatan masyarakat.
Pada dasarnya, Jaminan Kesehatan Nasional menjamin orang dengan HIV. Mereka juga mengalami permasalahan yang sama dengan peserta lainnya dalam mengakses layanan Jaminan Kesehatan Nasional. Satu hal yang sering menjadi kerancuan adalah pasien masih perlu membayar untuk layanan ARV dan tes CD4 atau Viral Load.
Atas dasar tersebut, PPH UAJ mengadakan diskusi tentang seberapa jauh manfaat JKN untuk populasi yang terdampak oleh HIV dan AIDS. Diskusi berlangsung pada 30 September 2014 di Gallery Café, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Diskusi memiliki tiga sesi. Pada sesi pertama, terdapat perwakilan kelompok populasi rentan dari ODHA Berhak Sehat, Yayasan Bandungwangi, KIOS Atma Jaya, Yayasan Srikandi Sejati, LPA Karya Bhakti, dan Lentera Anak Pelangi yang membagikan pengalaman mereka. Mereka berbagi pengalaman pemanfaatan JKN, seperti faktor yang mendukung dan menghambat populasi kunci mengakses layanan kesehatan melalui JKN.
Husen Basalamah dari KIOS Atma Jaya mengatakan, “JKN masuk dalam strategi penjangkauan Kios. Petugas lapangan Kios wajib memberikan informasi mengenai JKN pada saat melakukan penjangkauan. Petugas lapangan dapat mendorong dampingan untuk mengakses layanan kesehatan dengan adanya JKN. Diharapkan nantinya akan ada ‘standar’ mengenai JKN yang perlu diinformasikan oleh petugas lapangan ke komunitas”
Catur dari Srikandi Sejati berpendapat bahwa, “Masih terjadi kebingungan mengenai perbedaan antara KJS, JKN, BPJS (premi dan non premi) dan salah satu hambatan untuk dampingan Srikandi Sejati yang medampingi waria adalah kartu identitas. Waria cukup mengalami kesulitan untuk membuat kartu identitas yang berdampak kesulitan juga untuk membuat kartu BPJS”.
Sementara dari penuturan para narasumber dari aktivis LSM, kebanyakan kendala di lapangan untuk dampingan yang memiliki KTP Jakarta cukup mudah. Mereka juga merasa kesulitan dalam mengakses dengan BPJS harus ke puskemas terdekat dengan tempat tinggal. Padahal, beberapa dampingan lebih memilih puskemas atas dasar kenyamanan. Jika harus ke puskemas baru, mereka harus membuka status kepada orang baru lagi. Di sisi lain, pendamping belum mengerti tentang prosedur dan syarat yang jelas untuk pembuatan BPJS.
Dari penyedia layanan kesehatan dr. Emon Winardi Sp.SD dari RS Carolus mengatakan, “JKN memiliki mekanisme berjenjang dengan harapan permasalahan bisa selesai di klinik pratama, maka perlu adanya penguatan di lini pertama (PKM, Balkesmas). Jika permasalahan bisa selesai di lini pertama, maka tidak akan terjadi antrean panjang di rumah sakit”.
Beliau menambahkan, “Selain penguatan di penyedia layanan, juga perlu diperhatikan kualitas dari yang mengakses layanan. Selama ini banyak yang melakukan tes, tapi yang bertahan untuk pengobatan dan perawatan hanya sedikit. Bagaimana agar pasien terus mengakses layanan. Semakin berkurangnya rujukan pasien yang sudah dalam kondisi kritis/buruk merupakan salah satu kemajuan besar dengan adanya peran LSM”.
Sedangkan dari Unit Pelayanan Jaminan Kesehatan Daerah DKI Jakarta, Uum Umirah, menjelaskan, “Jika mengalami kendala dalam pembuatan BPJS, bisa mengurus di BPJS Cempaka Putih yang bisa menerima semua KTP tanpa bergantung domisili. Untuk KTP Jakarta harus tetap mengurus di BPJS wilayah masing-masing. BPJS mandiri juga bisa daftar melalui online (membawa fotokopi KTP dan KK) dan membayar melalui ATM. Pembayaran harus dilakukan sebelum tanggal 10 setiap bulannya dan akan dikenakan denda 2% jika terlambat membayar”.
Di Puskemas Senen, jika ada pasien yang belum punya BPJS, mereka akan bantu mendaftarkan BPJS hanya dengan KTP dan Kartu Keluarga. Setelah 2 minggu, pasien dapat menerima kartu BPJS,
Dari diskusi ini, sekitar 70 peserta mendapatkan informasi mengenai bagaimana membuat dan mengakses layanan kesehatan melalui Jaminan Kesehatan Nasional. Lebih jauh, peserta mampu mengidentifikasi faktor yang mendukung pemanfaatan JKN bagi populasi terdampak HIV dan AIDS.