[Seri Reportase AIDS Conference 2020]
Panel ahli dalam sesi ini terdiri dari klinisi-peneliti yang datang dari berbagai area spesialisasi sesuai kelompok usia (anak, remaja, dewasa, lanjut usia). Kenyataannya, refleksi para panelis mengenai keterlibatan aktivis dalam penentuan agenda riset HIV dari National Institute of Health malah menempati porsi terbesar diskusi.
Sesi dibuka dengan pemaparan singkat mengenai peran NIH, sebagai lembaga pendanaan penelitian kesehatan terbesar di Amerika Serikat, dalam penelitian HIV selama 40 tahun. Kemajuan intervensi pencegahan dan pengobatan yang dihasilkan dari penelitian-penelitian ini telah menyumbangkan sains untuk mengatasi persoalan kesehatan karena HIV. Sayangnya, sains ini belum diterjemahkan menjadi program yang sistematis secara merata di seluruh dunia. Salah satu panelis memberikan contoh bagaimana lambatnya sains mengenai pre-exposure prophylaxis diadopsi, walaupun kenyataannya intervensi ini dapat mengurangi risiko penularan sampai dengan 99%. Demikian juga dengan sains di kelompok pediatrik (anak) yang di waktu awal epidemi global HIV dianggap memiliki pertumbuhan pesat.
Pada sisi positif, HIV telah mendobrak pakem tradisional yang berlaku dalam penelitian dengan membatasi kelompok partisipan. Hanya di era HIV uji klinis mempertimbangkan representasi yang adil untuk kantung-kantung populasi yang termarjinalkan seperti kelompok minoritas gender. Pertimbangan akan kesetaraan ini kemudian membudaya ke banyak penelitian uji klinis di berbagai bidang penyakit.
Di sisi lainnya, peran komunitas marjinal dalam penelitian mendapatkan sorotan tajam dalam diskusi. Di samping sebagai partisipan penelitian, terdapat upaya khusus di NIH untuk melibatkan komunitas dalam penilaian kelayakan proposal penelitian untuk mendapatkan pendanaan. Seorang panelis berpendapat mekanisme penilaian proposal yang dilakukan bersama oleh komunitas dan kelompok peneliti malah cenderung menguntungkan proposal penelitian yang “biasa-biasa saja”. Hal ini disebabkan karena proposal jenis ini merupakan jalan tengah bagi pakem tim peneliti, yang menilai proposal dari sisi kualitas metodologinya saja, dan perspektif komunitas, yang menilai proposal dari sisi dampaknya bagi komunitas saja. Panelis yang sama mengajukan sistem penilaian berlapis dengan pengujian kelayakan terhadap pertanyaan penelitian yang relevan bagi komunitas sebagai lapis pertama, sebelum dilanjutkan dengan pengujian metodologi di lapis selanjutnya.
Pada akhirnya, partisipasi komunitas marjinal yang terdampak HIV merupakan elemen penting yang harus senantiasa dijaga dalam melaksanakan penelitian. Sains dapat diuntungkan dengan adanya kolaborasi komunitas dan tim peneliti sehingga bisa mengajukan pertanyaan yang relevan yang jawabannya hanya bisa didapatkan melalui metodologi yang baku. Kejelasan peran ini yang perlu mendapatkan penekanan dalam tiap upaya penelitian, walaupun penerapannya untuk kelompok usia anak dan lanjut usia mungkin akan menimbulkan tantangan tersendiri.