Inisiatif Kesehatan Jiwa di Puskesmas Gondomanan, Yogyakarta

Puskesmas Gondomanan dalam Pencegahan dan Rehabilitasi Kesehatan Jiwa berbasis Masyarakat
Puskesmas Gondomanan dalam Pencegahan dan Rehabilitasi Kesehatan Jiwa berbasis Masyarakat

Upaya penanganan kesehatan jiwa masih menjadi tantangan besar di Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organisation) menyebutkan bahwa depresi menjadi beban penyakit global kedua setelah penyakit jantung pada tahun 2020. Tanpa penanganan yang serius, depresi bahkan bisa menjadi beban penyakit pertama di dunia pada tahun 2030. Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar menunjukkan bahwa remaja sangat rentan terhadap masalah kesehatan jiwa. Bukan hanya masalah Gen Z, kelompok lanjut usia juga memiliki kerentanan masalah kejiwaan lebih tinggi dan kompleks. Kombinasi antara penurunan fisik tubuh dan isolasi sosial memberikan dampak signifikan kepada kesehatan jiwa pada lansia. Masalah kesehatan jiwa mendesak pada tingkat global dan nasional. Indonesia membutuhkan penangan kesehatan jiwa yang serius dan komprehensif. 

Puskesmas Gondomanan, Yogyakarta mencoba merespons masalah ini dengan inisiatif penanganan kesehatan jiwa-nya. Pada Sharing Session kali ini, COP Kesehatan Jiwa Masyarakat mengundang Prima Aditama selaku pengelola program kesehatan jiwa. Aditama menjelaskan inisiatifnya dalam mengembangkan penanganan yang berfokus kepada pencegahan dan rehabilitas kesehatan jiwa berbasis masyarakat. 

Pendekatan berbasis masyarakat dan pemberdayaan lokal

Puskesmas Gondomanan tidak membatasi layanan kesehatan jiwa hanya pada pengobatan. Mereka mengembangkan program yang menyatukan peran tenaga kesehatan, kader masyarakat, keluarga, dan relawan. 

Pendekatan berbasis masyarakat ini menghasilkan 6 program inovatif utama untuk penanganan kesehatan jiwa. Inovasi ini mencakup seluruh kelompok dan lini fase kehidupan seseorang terkait dengan edukasi dan penanganan kesehatan jiwa. 

Sedari kecil, anak-anak membutuhkan pemahaman tentang kesehatan jiwa. Pemahaman ini memberikan mereka bekal untuk mengurangi stigma dan diskriminasi serta kesadaran atas kesehatan jiwa diri sendiri. Maka dari itu, inovasi pertama, Pewarna, menyasar anak-anak sebagai sarana edukasi kesehatan jiwa melalui lomba dan permainan. Kedua, kader remaja atau Kareja menjadi wadah dukungan sebaya dan upgrading skill. Dalam meningkatkan empati masyarakat dan menghapus stigma, Gerakan Tetangga 5 Meter Peduli Skizofrenia memberdayakan masyarakat lokal untuk memantau dan membantu orang dengan gangguan jiwa. 

Untuk merespons kondisi krisis, Tim Jawil Jundil menjadi aksi cepat tanggap untuk menangani kondisi kesehatan jiwa yang kritis. Sebagai kelompok rentan dengan penurunan fungsi tubuh, penting untuk menangani kesehatan jiwa bagi lansia. Inovasi kelima, program palliative care merupakan pendampingan pasien gangguan jiwa yang mengalami penyakit kronis pada usia lanjut. Pendampingan ini berlanjut hingga akhir hayat seseorang. Memahami kondisi kedukaan yang kompleks dan unik bagi setiap orang, inovasi terakhir, Peka, adalah pendampingan keluarga pasien setelah ada anggota keluarga yang meninggal. Program ini memastikan keluarga tidak jatuh dalam depresi melalui proses kedukaan yang suportif.

Bukan hanya kampanye umum

Pencegahan gangguan kesehatan jiwa, baik untuk awareness individu dan untuk menghapus stigma dan diskriminasi, berlandaskan pengetahuan yang sistematis. 

Edukasi masyarakat menjadi awal untuk meningkatkan kesadaran atas kesehatan jiwa. Pada setiap RT di Gondomanan, puskesmas menggerakkan kader dari semua elemen masyarakat. Edukasi meliputi cara mengenali gejala awal masalah dan gangguan jiwa, pentingnya menjaga rutinitas hidup sehat, upaya mendukung anggota keluarga dengan gangguan jiwa. 

Memberikan edukasi perlu dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Berawal dari proses kaderisasi yang terstruktur. Setiap kelompok masyarakat, dewasa, remaja, keluarga pasien, dan tetangga memiliki proses kaderisasi masing-masing. Upaya ini memastikan informasi, pengetahuan, dan sikap yang diberikan sesuai dengan tujuan program kader. Misalnya, kader dewasa, tetangga, dan keluarga pasien berfungsi untuk mencegah putus obat dan perawatan bagi orang dengan gangguan jiwa. Lalu, kader remaja dan dewasa berkolaborasi mengelola kegiatan kreatif seperti lomba untuk anak-anak, kampanye untuk remaja, dan pertunjukkan seni. 

Upaya pemulihan bagi orang dengan gangguan jiwa

Upaya pemulihan di Puskesmas Gondomanan berfokus pada penguatan fungsi sosial dari orang dengan gangguan jiwa. Petugas kesehatan, kader masyarakat, dan keluarga bekerja sama untuk memastikan ia menerima pengobatan dan mendapatkan dukungan sosial. 

Salah satu contoh adalah seorang remaja yang dirundung (bully) karena ibunya mengalami gangguan jiwa. Ia merasa malu dan tertekan, bahkan sulit bergaul dengan teman-temannya. Namun, setelah bergabung dengan Kareja, ia menemukan tempat yang aman untuk belajar dan mendapat dukungan. Ia mulai memahami kondisi ibunya, belajar cara mendampingi, dan menjadi pengingat bagi ibunya untuk rutin minum obat. Perlahan, rasa percaya dirinya tumbuh kembali karena ia merasa dihargai dan diakui sebagai bagian penting dari komunitas.

Contoh lain datang dari keluarga pasien yang kehilangan anggota keluarganya akibat penyakit kronis. Setelah kepergian itu, keluarga hampir jatuh dalam depresi. Melalui program Pendamping Keluarga Berduka (Peka), kader masyarakat mendatangi rumah mereka secara rutin. Mereka memberi semangat, mendengarkan keluh kesah, dan memastikan keluarga tidak merasa sendirian. Dukungan sederhana ini memberi kekuatan baru bagi keluarga untuk bangkit. 

Contoh di atas menunjukkan bahwa pemulihan lebih dari masalah pengobatan, tetapi juga tentang pemulihan berbasis masyarakat melalui dukungan sosial.

Tantangan

Tantangan terbesar dalam program ini adalah keterbatasan sumber daya. Jumlah tenaga kesehatan jiwa sangat sedikit, sementara jumlah pasien terus bertambah setiap tahun. Stigma juga menjadi hambatan serius. Banyak keluarga masih merasa malu jika ada anggota yang mengalami gangguan jiwa, sehingga mereka enggan mencari bantuan. Masalah lain datang dari pendanaan. 

“Kalau dibilang anggaran, sangat kurang. Tapi teman-teman kader tetap semangat, bahkan rela berkumpul tanpa memikirkan uang atau makanan, yang penting bisa belajar dan saling menguatkan.”

Program kesehatan jiwa sering berjalan dengan anggaran yang minim, sehingga kader dan relawan harus berkorban waktu, tenaga, bahkan biaya pribadi.

Puskesmas Gondomanan menunjukkan bahwa kesehatan jiwa bisa ditangani secara kolektif. Pemulihan menjadi mungkin ketika masyarakat ikut bergerak bersama tenaga kesehatan. Kader dewasa, remaja, keluarga, dan tetangga terbukti mampu menjadi garda terdepan dalam mendukung pasien. Kolaborasi dengan pemerintah, lembaga agama, dan organisasi sosial semakin memperkuat langkah ini. Cerita dari Gondomanan memberi inspirasi bahwa upaya sederhana dapat membawa perubahan besar. Dengan semangat kebersamaan, harapan untuk masyarakat yang peduli pada kesehatan jiwa dapat menjadi kenyataan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *