Cukupkah shelter untuk anak yatim piatu dengan HIV di Indonesia?

Banner Anak dan remaja yatim piatu yang hidup dengan HIV. Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia bersama Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV. Kolaborasi bersama PPH UAJ
Anak dan remaja yatim piatu yang hidup dengan HIV

Perawatan dan pengasuhan anak yatim piatu merupakan isu yang penting ketika berbicara tentang pemenuhan hak anak. Anak memiliki hak untuk tumbuh dan kembang dengan sejahtera. Pemenuhan hak pendidikan dan kesehatan tidak hilang semata-mata karena mereka kehilangan orangtua sebagai penganggung jawab. Keluarga, kerabat, masyarakat hingga negara perlu menjamin tumbuh kembang yang sejahtera.  

Diskusi Kultural kali ini membahas bentuk pengasuhan dan perawatan anak yatim piatu yang hidup dengan HIV oleh organisasi masyarakat. Kami mengundang dua narasumber yang berdedikasi dalam merawat anak-anak dengan HIV untuk berbagi pengalaman mereka. Berlina Sibagarian dari HKBP AIDS Ministry dan Puger Mulyono dari Lentera Kasih Surakarta, keduanya bekerja di rumah perlindungan atau shelter sebagai tempat aman bagi anak yatim piatu dengan HIV. Diskusi ini menyoroti berbagai tantangan bagi anak dengan HIV di Indonesia dan pentingnya peran komunitas dalam memberikan dukungan.

HKBP AIDS Ministry dan House of Love

Berlina dari HKBP AIDS Ministry menjelaskan tentang peran gereja dalam mendirikan House of Love—sebuah shelter bagi anak dan remaja dengan HIV di Sumatera Utara. Di shelter ini, anak-anak hidup dalam asrama di bawah pengawasan ayah dan ibu asuh yang membantu mereka menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk memastikan mereka meminum obat ARV (antiretroviral) secara teratur setiap pagi dan sore. Selain itu, shelter ini juga menyediakan pendampingan psikologis, gizi, serta berbagai kegiatan rekreasi untuk mendukung perkembangan mereka.

Meskipun kebutuhan dasar telah terpenuhi dengan baik, tantangan besar muncul dalam hal penerimaan di sekolah. Beberapa sekolah masih enggan menerima anak dengan HIV karena stigma yang ada. Namun, Berlina menegaskan bahwa anak-anak di House of Love telah mendapatkan pendidikan yang layak, dan masyarakat sekitar mulai bisa menerima kehadiran mereka. Pemerintah juga telah menunjukkan dukungan melalui layanan kesehatan di Puskesmas terdekat.

Lentera Kasih Surakarta: Rumah perlindungan untuk anak yatim piatu dengan HIV

Lentera Kasih Surakarta menjadi rujukan bagi banyak anak yatim piatu dengan HIV dari berbagai daerah. Tempat ini menyediakan perlindungan bagi anak-anak yang tidak diterima oleh keluarga atau masyarakat karena stigma. Saat ini, Lentera Kasih Surakarta sudang menampung 36 anak dengan HIV. Tetapi permintaan rujukan ke Lentera Kasih Surakarta terus berdatangan. Akibatnya, banyak anak yang harus kembali ke keluarga mereka atau pemerintah setempat. Namun, meski telah berada di luar, Lentera Kasih tetap melakukan pendampingan dan edukasi kepada orang tua mereka untuk memastikan anak-anak ini mendapatkan kasih sayang yang penuh dan setara.

Lentera Kasih sering kali menghadapi masalah administratif, seperti anak-anak tanpa dokumen lengkap seperti BPJS atau surat rujukan. Puger dengan gigih mengatasi tantangan ini, bahkan berusaha membuat akta kelahiran bagi anak-anak tersebut dengan mencantumkan namanya dan istrinya sebagai orang tua asuh mereka.

Kolaborasi dan dukungan

Puger menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mendukung anak-anak dengan HIV. Lentera Kasih mendapatkan hibah bangunan dari pemerintah dan menerima bantuan dari pihak swasta, perguruan tinggi, serta instansi kesehatan. Bantuan pemeriksaan kesehatan dari apotek dan farmasi juga datang secara rutin. Beberapa sekolah dan universitas telah memberikan layanan pendidikan yang inklusif kepada anak-anak di shelter mengenyam pendidikan dasar dan tinggi.

Lentera Kasih Surakarta menjadi lapangan penelitian untuk isu yang berfokus kepada anak dengan HIV di Indonesia. Studi implementasi seperti uji coba ARV dalam bentuk lotion dan suntik dilakukan di shelter ini. Studi lainnya seperti pengelolaan ARV, penanganan masalah kesehatan pada anak, dan pengurangan stigma dan diskriminasi menjadi harapan baru bagi perkembangan ilmiah dan kesejahteraan anak yang hidup dengan HIV.

Komitmen untuk pengasuhan anak yatim piatu dengan HIV

Kedua Berlina dan Puger sepakat bahwa dedikasi dan komitmen dalam merawat anak-anak dengan HIV adalah hal yang mutlak. Mereka berharap semakin banyak wilayah yang dapat mendirikan rumah perlindungan bagi anak-anak dengan HIV. Puger juga mengingatkan bahwa dalam merawat anak dengan HIV, seseorang harus siap mengorbankan waktu, biaya, tenaga, dan pikiran.

Pentingnya jejaring dukungan dan kolaborasi antara lembaga, pemerintah, dan masyarakat juga menjadi kebutuhan mendesar dalam diskusi ini. Keberadaan rumah perlindungan untuk anak dengan HIV perlu sejalan dengan perbaikan infrastruktur dan layanan kesehatan yang spesifik mengakomodasi kebutuhan anak yang hidup dengan HIV.

Kedua Berlina dan Puger berharap usaha mereka bisa menjadi dorongan untuk pemerintah pusat dan daerah memperhatikan pemenuhan hak anak yang hidup dengan HIV. Mereka juga berharap masyarakat lebih bersikap empatik dan inklusif kepada mereka.