Berjejaring dan menghimpun dukungan bagi anak dengan HIV

Berjejaring dan menghimpun dukungan bagi anak dengan HIV oleh Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia.
Rosano C. Karamoy dan Febby Lorentz dalam Diskusi Kutural untuk Anak dengan HIV di Indonesia

Berjejaring dan menghimpun dukungan merupakan modal utama untuk mendukung anak dan remaja dengan HIV. Kerja advokasi dan pendampingan membutuhkan sumber daya berupa pendanaan dan tenaga manusia. Dalam memenuhi pendanaan dan sumber daya manusia ini, tentu saja, organisasi masyarakat sipil harus memiliki strategi yang efektif. Memastikan keberlanjutan sumber daya adalah kunci untuk terus-menerus mendukung kerja pendampingan dan advokasi untuk anak dan remaja dengan HIV. 

Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia bersama Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV mencoba untuk mendorong kita semua untuk berjejaring untuk menghimpun dukungan dan sumber daya. Diskusi kali ini mengundang Rosano C. Karamoy dari Yayasan Pelangi Maluku dan Febby Lorentz sebagi manager dan campaigner untuk Homeless World Cup Team Indonesia. Kedua narasumber membicarakan bagaimana berjejaring dan berkolaborasi menjadi strategi untuk mendapatkan sumber daya. 

Pentingnya Berjejaring dan Kolaborasi

Berawal dari respons terhadp konflik sosial di Maluku, Yayasan Pelangi Maluku berdiri para tahun 1999. Sejak saat itu, fokus Yayasan Pelangi Maluku meliputi pada isu kesehatan, termasuk kerja advokasi dan pendampingan pada orang dengan HIV. 

Rossa menyebutkan salah satu kunci sukses Yayasan Pelangi Maluku adalah kemampuan beradaptasi dalam menghimpun dukungan melalui kolaborasi dan kreativitas. Ia menekankan untuk berinvestasi dalam menciptakan sumber daya lokal dan mandiri. Ia tidak memungkiri bahwa donor tetap memberikan bantuan pendanaan yang besar. Namun, sembari mencari donor selanjutnya, Yayasan Pelangi Maluku mengembangkan unit kerja yang dapat meningkatkan kapasitas anggota dan menghasilkan uang. Unit kerja ini seperti mendirikan event organizer (EO) dan rumah makan yang membantu mendanai kegiatan yayasan. Dengan inovasi ini, yayasan berhasil mengelola event sosial yang juga menjadi wadah sosialisasi HIV bagi masyarakat.

Merintis unit kerja sebagai pengelola acara membutuhkan disiplin dan pengorbanan. Rossa berbagi pengalaman tentang bagaimana Yayasan Pelangi Maluku sering kali memulai acara dengan gratis untuk menarik minat masyarakat. Dari kegiatan model anak-anak hingga sosialisasi di sekolah, yayasan menggunakan strategi yang ringan, namun berdampak besar untuk memberikan pemahaman tentang HIV di lingkungan lokal. Mereka mengintegrasikan edukasi HIV ke dalam kegiatan masyarakat, yang membuat informasi tersebut lebih mudah diterima.

Advokasi dan Transparansi sebagai Pilar Dukungan

Di samping berjejaring, advokasi yang tegas kepada pemerintah juga menjadi startegi untuk menghimpun dukungan. Ia menceritakan perjuangannya dalam mendirikan klinik komunitas untuk orang dengan HIV di Ambon. Dengan tekad dan pendekatan yang cermat, Yayasan Pelangi Maluku berhasil mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dan pusat. Klinik ini menjadi layanan penting bagi masyarakat lokal dan menjadi contoh kolaborasi antara sektor swasta dan pemerintah.

Transparansi dalam pengelolaan sumber daya juga aspek penting dalam keberhasilan Yayasan Pelangi Maluku menghimpun dukungan. Rossa memastikan bahwa setiap dana yang diterima, baik dari event maupun donasi, dikelola dengan baik dan terbuka. Hal ini menciptakan kepercayaan dari komunitas dan donatur, sehingga yayasan dapat terus berkembang.

Strategi Menggalang Dukungan untuk tim Indonesia di Homeless World Cup

Febby Lorentz berbagi kisah suksesnya dalam mengelola Homeless World Cup Team Indonesia. Sebagai manager dan campaigner pada periode 2011 hingga 2015, ia menghadapi tantangan besar dalam menggalang dana dan dukungan untuk memberangkatkan tim Indonesia ke ajang Homeless World Cup.

Dengan keterbatasan dana awal, Febby dan timnya berhasil mengembangkan kampanye sosial dengan hashtag #SeribuUntukSatu. Kampanye ini mengajak masyarakat untuk menyumbang Rp1.000 sebagi dukungan tim. Kampanye ini berhasil mengumpulkan ratusan juta rupiah hanya dalam waktu singkat. Pelibatan masyarakat sipil dan penggunaan media sosial menjadi kunci keberhasilan penggalangan dana ini. Ia juga menyebutkan partisipasi aktif dari jaringan, komunitas lokal, dan para influencer dalam menyebarkan kampanye ini

Seperti Yayasan Pelangi Maluku, Febby menekankan pentingnya komunikasi yang baik, transparansi, serta kemitraan dengan berbagai pihak. Baik itu dengan media, pemerintah, maupun sektor swasta, kolaborasi yang dibangun dengan tepat dapat membuka banyak peluang.

Berkumpul dan bersatu untuk anak dengan HIV di Indonesia

Diskusi kultural ini menunjukkan betapa pentingnya berjejaring, berkolaborasi, dan bersikap inovatif dalam menggalang dukungan bagi anak dan remaja dengan HIV di Indonesia. Kisah sukses Yayasan Pelangi Maluku dan Homeless World Cup Team Indonesia menjadi inspirasi bahwa, dengan kemauan kuat dan pendekatan kreatif, program-program sosial dapat berjalan tanpa harus selalu bergantung pada sumber daya besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content