Kamis pagi (5/9) jajaran staf dan tim peneliti Pusat Penelitian HIV AIDS UNIKA Atma Jaya (PPH UAJ) kedatangan tamu istimewa. Ia adalah Claudia Stoicescu, PhD., seorang peneliti kesehatan masyarakat (public health researcher) dan konsultan independen. Dalam kerja penelitian, ia menaruh minat besar pada isu kesenjangan dan ketidakadilan yang dihadapi kelompok marjinal sebagai dampak HIV yang mereka derita dan/atau kriminalisasi atas penggunaan napza. Di tahun 2014 – 2015, ia menginisiasi penelitian dalam rangka disertasi program Doktoral Universitas Oxford yang tengah ditempuhnya. Penelitian ini bertajuk “Perempuan Bersuara: A Participatory, Respondent-Driven Sampling Study with Women Who Inject Drugs”.
Secara spesifik, penelitian dilakukan di sejumlah kota besar di Indonesia yang memiliki kerentanan tinggi terhadap penyalahgunaan narkotika dan penyebaran HIV. Melalui penelitian ini, Claudia menelusuri faktor sosial-budaya yang menjadi poros penggerak penularan HIV di tengah kelompok perempuan pengguna napza suntik. Tiga tahun berselang penelitian yang mengambil tema besar tentang faktor-faktor pendorong risiko HIV di kalangan perempuan pengguna napza suntik di Indonesia tersebut menuai pujian dalam kategori Early Career pada penghargaan Oxford Vice Chancellor’s Inovation Awards.
Claudia Stoicescu tentu tidak hanya sekadar bertamu ke lingkungan PPH UAJ, pagi itu ia turut berbagi hasil penelitian “Perempuan Bersuara: A Participatory, Respondent-Driven Sampling Study with Women Who Inject Drugs” dalam forum diskusi internal PPH UAJ. Terselenggaranya forum diskusi ini juga memiliki tiga agenda utama, yaitu 1). Memberikan gambaran umum tentang studi Perempuan Bersuara yang dilaksanakan oleh Universitas Oxford dan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI), dan didukung oleh PPH UAJ sebagai sponsor akademik nasional; 2).Menyampaikan rincian dataset, penyusunan dan pengukuran data dari penelitian Perempuan Bersuara; 3). Melakukan eksplorasi peluang kolaborasi, termasuk dalam hal analisis variabel yang belum sempat dikembangkan secara lebih jauh dalam dataset, dan menggali kemungkinan penulisan bersama artikel jurnal.
Perempuan Bersuara: Sebuah Kisah Tentang Para Perempuan Pengguna Napza Suntik
Asia menjadi rumah bagi populasi terbesar perempuan pengguna napza suntik sekaligus menguasai sepertiga angka perempuan pengguna napza suntik dalam skala global. Jumlah terbesar penggunaan napza pada perempuan meliputi 3,36 juta perempuan memiliki ketergantungan pada amphetamine, 2,32 juta perempuan memiliki ketergantungan pada opioid, dan lebih dari 5 juta perempuan menggunakan jenis napza suntik. Lima juta orang perempuan pengguna napza suntik di Asia ini menyumbang 32% jumlah total keseluruhan dari perempuan pengguna napza suntik di seluruh dunia.[1][2] Sayangnya, dalam konteks Indonesia, jumlah pasti perempuan pengguna napza suntik masih kabur. Estimasi angka yang mampu diperkirakan berkisar sekitar 5 – 11% dari total populasi pengguna napza di Indonesia merupakan perempuan pengguna napza suntik.
Tingginya estimasi angka perempuan pengguna narkotika suntik membawa permasalahan rumit, terutama menyangkut status kesehatan dan penyerapan pada layanan kesehatan. Bila dibandingkan dengan laki-laki pengguna narkotika suntik, isu seputar perkembangan ketergantung obat, tingkat kematian, beban penularan HIV, stigma dan diskriminasi ditemukan lebih tinggi menyerang perempuan pengguna napza suntik. Ironisnya, kelompok spesifik perempuan pengguna napza suntik masih belum diakui sebagai populasi kunci atau sub populasi yang memerlukan penelitian dan intervensi khusus di tingkat nasional. Kelompok ini masih bergabung dengan pengguna napza suntik (penasun) secara umum, meskipun terdapat indikasi kuat dari penelitian kualitatif bahwa kelompok perempuan pengguna napza suntik menghadapi tingkat kerentanan ekstrem.
Kegelisahan atas masih minimnya penelitian yang benar-benar berfokus pada perempuan pengguna napza suntik ini yang sebenarnya membawa Claudia pada rancangan penelitian “Perempuan Bersuara: A participatory, Respondent-driven Sampling Study with Women Who Inject Drugs”. Penelitian ini dilakukan menggunakan survei cross sectional pada 731 perempuan pengguna napza suntik dari Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Bandung. Pengumpulan data dilakukan pada September 2014 dan Juni 2015 oleh para rekan kerja lapangan Claudia Stoicescu menggunakan perangkat seluler dan Open Data Kit, sebuah software pengumpulan data survei pada platform Android. Adapun kriteria subyek penelitian ialah perempuan berusia 18 tahun atau lebih yang menyuntikkan napza ilegal dalam 12 bulan terakhir, memiliki rujukan yang valid dari peserta penelitian lainnya, tinggal di salah satu area penelitian, dan memberi persetujuan secara sukarela untuk menjadi subyek (informan) penelitian.
Infeksi menular seksual (IMS) dan HIV masih menjadi salah satu keresahan terbesar pada perempuan pengguna napza suntik. Dari total keseluruhan perempuan yang menjadi subyek penelitian, 42% hidup dengan HIV dan 65% memiliki gejala IMS. Program rehabilitasi atau perawatan ketergantungan napza pun masih menjadi problematika tersendiri. Temuan data penelitian menunjukkan bahwa 60% perempuan pengguna napza suntik mengikuti rehabilitasi karena unsur paksaan, sedangkan sisanya yakni 36% ikut secara sukarela dan 4% dirujuk melalui proses hukum. Sebagian dari mereka pun sudah terbiasa keluar-masuk mengikuti rehabilitasi, bahkan ada beberapa orang yang sudah sekitar 20 kali mengikuti rehabilitasi. Menilik segi hukum, 45% dari mereka mengaku pernah mempunyai pengalaman penangkapan oleh polisi, dan 14% pernah dipenjarakan. Kasus hukum yang mereka hadapi 93% diantaranya berkaitan dengan napza. Lebih jauh, 80% perempuan yang pernah mengalami penangkapan dan dipenjarakan memiliki pengalaman penawaran suap oleh oknum polisi yang mengkap mereka. Dalam proses penangkapan dan pemenjaraan itu, tidak jarang pula mereka mengalami kekerasan seksual oleh pihak terkait.
Beragam permasalahan yang menjerat perempuan pengguna napza suntik sebagian belum dapat terurai. Penelitian yang dilakukan oleh Claudia telah membuka tabir pemetaan masalah penyakit penular (IMS dan HIV); polemik program perawatan ketergantungan (rehabilitasi) napza; dan kekerasan selama proses penangkapan dan pemenjaraan pada perempuan pengguna napza suntik. Akan tetapi, ia pun mengamini bila masih terdapat banyak hal yang bisa digali lebih dalam dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Ia lantas berharap bila ke depannya, dapat tercipta kerjasama lebih jauh antara Claudia dan PPH UAJ dalam rangka pengembangan penelitian ini.
[1] Larney, S., B. M. Mathers, T. Poteat, A. Kamarulzaman, and L. Degenhardt. “Global Epidemiology of Hiv among Women and Girls Who Use or Inject Drugs: Current Knowledge and Limitations of Existing Data.” Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes 69, no. 2 (2015): S100-S09.
[2] Larney, S., A. Peacock, J. Leung, S. Colledge, M. Hickman, P. Vickerman, J. Grebely, et al. “Global, Regional, and Country-Level Coverage of Interventions to Prevent and Manage Hiv and Hepatitis C among People Who Inject Drugs: A Systematic Review.” The Lancet Global Health 5, no. 12 (2017): e1208–e20.