Hidup Baik dengan HIV

Jumat Sore (4/10) kursi-kursi hijau yang ditata rapi pada Ruang Seminar K2.202 Kampus Semanggi UNIKA Atma Jaya terisi lebih dari 25 orang. Dengan penuh perhatian, mereka yang memenuhi ruangan terlihat memerhatikan dengan seksama setiap ucapan yang dituturkan seorang laki-laki berkemeja batik lengan panjang yang mengambil ruang gerak di bagian depan. Laki-laki itu bernama Yakub Gunawan, ia adalah Asisten Peneliti Pusat Penelitian UNIKA Atma Jaya (PPH UAJ) yang dahulu pernah menjabat sebagai Program Manager of TB – HIV Collaboration in Prison and Community RED Institute periode 2013 – 2017. Sore hari itu, Yakub Gunawan menjadi pembicara pada kegiatan Lecture Series PPH UAJ yang bekerjasama dengan Friday Coffee Break milik Program Pasca Sarjana UNIKA Atma Jaya, bertajuk “Hidup Baik dengan HIV”.

Sejumlah latar belakang mengiringi terpilihnya “Hidup Baik dengan HIV” sebagai tema Lecture Series Jumat lalu. Di Indonesia, mereka yang berdiagnosis HIV menyimpan kekhawatiran besar, bahkan ketakutan akan statusnya. Khawatiran dan ketakutan tersebut bukan hanya berasal dari pikiran-pikiran terkait status medis kesehatan mereka, tetapi juga dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak nyaman, stigma, dan kemungkinan diskriminasi ketika orang lain mengetahui status positif HIV mereka. Ragam risiko dan pertanyaan lalu mampir dalam pikiran, misalnya “Akankah saya dipecat dari pekerjaan?”, “Akankah saya diasingkan?”, “Lebih cepatkah saya meninggal?”, “Apakah saya bisa menikah dan punya keluarga?”, dan lainnya. Oleh sebab itu, PPH UAJ merasa penting untuk mengangkat tema ini. Tujuannya adalah agar kisah dan informasi mengenai mereka yang hidup dengan HIV – ODHA maupun ADHA – dapat tersampaikan dengan lebih luas sehingga mampu mengikis ketidaktahuan yang kerap berakhir sebagai cikal bakal stigma dan diskriminasi.

Stigma dan diskriminasi masih menjadi hambatan terbesar untuk tindakan efektif melawan epidemi HIV. Ketakutan akan stigma dan diskriminasi yang mungkin dialami membuat mereka yang terdiagnosis HIV merasa ragu untuk mengungkapkan status kesehatan mereka, mencari perawatan dan dukungan yang diperlukan. Akibatnya, orang yang hidup dengan HIV cenderung untuk tidak mencari bantuan hingga 2 – 3 tahun setelah didiagnosis positif HIV.

“Contoh sederhana dari stigma ini sebenarnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang ‘tidak penting’, seperti darimana tertularnya? Kamu ngapain aja kok bisa sampai tertular? Mereka juga kadang diperlakukan berlebihan oleh petugas layanan kesehatan, misalnya petugas memakai baju pelindung yang seperti astronot itu. Dan sebenarnya stigma biasanya terjadi karena seringkali kita membiarkannya terjadi”, terang Yakub Gunawan.

Menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap HIV dan ODHA terus menjadi agenda utama PPH UAJ dan salah satunya melalui penyelenggaraan Lecture Series “Hidup Baik dengan HIV”. PPH UAJ percaya bahwa komunikasi informasi yang mengedukasi melalui berbagai kegiatan penyuluhan, diskusi maupun seminar; kampanye lewat media massa dan media sosial; advokasi dengan sasaran subyek stigma dan diskriminiasi; dan mendorong keberadaan kebijakan yang ramah bagi ODHA akan menjadi jalan-jalan strategis untuk mengentaskan permasalahan tersebut.

Bagi mereka yang hidup dengan HIV (ODHA) juga terdapat sejumlah cara yang bisa dilakukan tetap menjalankan hidup dengan baik yakni, 1). Mencari informasi dan mempelajari HIV lebih lanjut untuk mencari jawaban atas semua kekhawatiran terkait HIV; 2). Mengakses program pengobatan yang sudah tersedia di layanan termasuk memiliki asuransi kesehatan; 3). Tetap berubungan (berkomunikasi) dan mengikuti saran dari petugas layanan kesehatan; 4). Cukupi asupan nutrisi sehat dan lakukan olah raga secukupnya; dan 5). Tidak perlu menutup diri, bergabung dalam kelompok dukungan sebaya untuk bertukar pikiran dengan merekayang juga memiliki pandangan positif dalam memandang kehidupan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content