Ketimpangan pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia berdampak besar kepada sistem kesehatan nasional. Hal ini memengaruhi bagaimana sistem kesehatan nasional dapat menangani orang dengan masalah kejiwaan dan gangguan jiwa secara nasional. Ketimpangan ini dapat terlihat dari ketersediaan tenaga kesehatan jiwa di Indonesia.
Rasio Tenaga Kesehatan
Rasio tenaga kesehatan jiwa dengan penduduk di Indonesia menunjukkan rapuhnya sistem kesehatan Indonesia untuk menangani kesehatan jiwa.

Kementerian Sosial pada tahun 2021 menyatakan bahwa, dari total keseluruhan psikolog dan psikiater terdaftar di Indonesia, 1 tenaga kesehatan harus memikul 200.000 penduduk Indonesia yang berpotensi membutuhkan penanganan kesehatan jiwa. Jika dibandingkan secara khusus dengan populasi orang dengan gangguan jiwa, rasio nya juga tetap timpang, yaitu 1:1000. Artinya, 1 tenaga kesehatan jiwa memiliki beban untuk menangani 1.000 pasien.
Timpangan Pelayanan Kesehatan Jiwa

Tenaga kesehatan jiwa berkumpul di Pulau Jawa. Data Kementerian Kesehatan tahun 2022 menyatakan bahwa ketersediaan tenaga kesehatan jiwa di Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa. Dari total 4.800 psikolog dan psikiater terdaftar, sebanyak 71% hanya terdapat di Pulau Jawa. Dengan prevalansi ODGJ sekitar 1 dari 5 penduduk, ketimpangan ini menghambat masyarakat Indonesia, khususnya di luar Pulau Jawa, mendapatkan penanganan kesehatan jiwa yang optimal.
Cerita dari Kabupaten Ngada, NTT
Ketimpangan tenaga kesehatan jiwa di Indonesia menghasilkan jarak yang luas terhadap pelayanan di luar Pulau Jawa. Dengan kondisi rasio dan ketimpangan ketersediaan tenaga kesehatan jiwa, mengakses layanan kesehatan jiwa bagi masyarakat di luar Pulau Jawa menjadi sebuah tantangan besar. Bagaimana gambaran kondisi dari realitas ketimpangan ini? Bagaimana kondisi pelayanan kesehatan jiwa di luar Pulau Jawa dengan kondisi ini?
Ikuti Sharing Session oleh Community of Practice (COP) Kesehatan Jiwa Indonesia tentang Penangangan Gangguan Jiwa di Kab. Ngada, Nusa Tenggara Timur. Dengarkan langsung cerita di lapangan oleh Maria Yosepha Kurnia, Pejabat Fungsional Epidemiologi dari Dinas Kesehatan Kab. Ngada, NTT.