Ringkasan Eksekutif
Virus hepatitis B (VHB) merupakan ancaman kesehatan masyarakat yang dapat dicegah dengan vaksinasi dalam 12 bulan pertama kehidupan. Mayoritas kasus infeksi kronis VHB terjadi karena infeksi perinatal, bergejala awal atipikal, dan dapat berlanjut ke sirosis dekompensata dan hepatoseluler karsinoma di usia dewasa melalui perusakan hati yang progresif. Pengobatan dapat menunda keberlanjutan perjalanan penyakit dari infeksi kronis VHB, namun vaksinasi memberikan perlindungan yang bertahan lama, termasuk ancaman infeksi dari individu lain yang difasilitasi melalui perilaku berisiko. Konsekuensi kesehatan dan ekonomi yang ditimbulkan VHB sangat tinggi: diperkirakan 5%-7% penduduk Indonesia di berbagai kelompok usia terinfeksi VHB dan komplikasi VHB termasuk dalam kelompok penyakit katastropik terbesar yang ditanggung Jaminan Kesehatan Nasional.
Subdirektorat Hepatitis dan Penyakit Infeksi Saluran Pencernaan (HPISP), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, merespons situasi ini dengan merencanakan serangkaian aktivitas prioritas yang tertuang dalam Rencana Aksi Nasional Pengendalian Hepatitis Tahun 2020-2024 (RAN 2020). Target indikator telah ditetapkan untuk menghasilkan capaian cakupan deteksi ibu hamil dan vaksinasi universal serta pemberian tambahan profilaksis secara bertahap bagi ibu hamil yang memenuhi syarat. Pertanyaan seputar efektivitas dan biaya dari penerapan strategi RAN 2020, dampak terhadap anggaran program, dan keuntungan ekonomi yang dihasilkan mendapatkan porsi perhatian yang besar guna menentukan rekomendasi selanjutnya.
Didukung oleh World Health Organization, Pusat Penelitian HIV AIDS Universitas Katolik Atma Jaya bekerja sama dengan Subdirektorat HPISP untuk membuat kajian evaluasi ekonomi dari penerapan strategi RAN 2020 tersebut. Pengerjaan dimulai sejak 26-Oktober-2020 dan diselesaikan per 10-Desember-2020, dengan berbagai pembahasan termasuk dengan Komite Ahli yang terdiri dari pakar hepatologi dan ekonomi kesehatan. Laporan ini memaparkan hasil dari kajian tersebut.
Desain kajian merupakan cost-effectiveness analysis yang ditinjau dari perspektif sistem kesehatan masyarakat. Menggunakan metode pemodelan Markov dengan kondisi kesehatan yang merefleksikan perjalanan penyakit VHB, kajian memproyeksikan jumlah kasus, efektivitas, dan biaya program vaksinasi dan kesehatan lain terkait VHB yang dihasilkan kohort lahir periode 2020—2024 sampai menginjak usia 50 tahun. Kajian membandingkan dua strategi utama, yaitu 1) strategi status quo (Baseline), dengan biaya dan cakupan program yang berlaku saat ini; dan 2) strategi RAN 2020, dengan peningkatan intensitas penjangkauan dan promosi hingga dapat memaksimalkan cakupan program sampai 100% untuk penapisan ibu hamil, 95% untuk vaksinasi, dan 20% untuk profilaksis semasa kehamilan. Parameter epidemiologi dan biaya dirangkum dari publikasi yang relevan. Pengurangan
disability-adjusted life years (DALY), atau porsi dalam satu tahun yang dipengaruhi kesakitan atau kematian karena VHB, digunakan sebagai pengukur efektivitas. Biaya dinyatakan dalam nilai rupiah tahun 2019. Tingkat diskonto 5% per tahun digunakan untuk menaksir besaran efektivitas dan biaya yang terjadi di masa depan dalam nilai yang berlaku saat ini.
Cakupan strategi RAN 2020 mencapai 24,5 juta kehamilan yang mendapatkan penapisan hepatitis B (dari 26,1 juta) dan 21,1 juta anak mendapatkan vaksinasi (dari 22,3 juta kelahiran dengan penapisan). Tingkat cakupan untuk strategi Baseline mencapai 12,8 juta kehamilan tertapiskan dan 9,9 juta anak tervaksinasi dengan besaran jumlah populasi yang sama. Proyeksi kumulatif infeksi VHB untuk periode 2020-2070 mencapai sekitar 500.000 kasus (60% kematian, 14% karsinoma hepatoseluler, 13% sirosis dekompensata, dan 13% infeksi kronis) untuk strategi RAN 2020 dan 1.800.000 kasus (52% kematian, 13% karsinoma hepatoseluler, 14% sirosis dekompensata, dan 21% infeksi kronis) untuk strategi Baseline.
Biaya per anak yang meliputi komponen program, dan perawatan dan pengobatan komplikasi VHB mencapai Rp2,4 juta dan Rp5,1 juta untuk masing-masing strategi RAN 2020 dan Baseline, sehingga terjadi penghematan sebesar Rp2,6 juta per anak dengan penerapan strategi RAN 2020. Strategi RAN 2020 juga menghasilkan pengurangan DALY per anak lebih besar (0,82 unit) dibandingkan dengan strategi Baseline (0,30 unit). Tambahan biaya strategi RAN 2020 untuk memperoleh satu unit ekstra pengurangan DALY dari yang dihasilkan strategi Baseline (selisih biaya per unit selisih pengurangan DALY) bernilai negatif, yang berarti strategi RAN 2020 dapat menghemat biaya kesehatan. Kesimpulan ini tetap bertahan dengan berbagai nilai parameter epidemiologi dan biaya yang terdapat dalam rentang yang didefinisikan, termasuk ada atau tidaknya dampak populasi dari penerapan strategi berupa penurunan tingkat prevalensi VHB.
Kebutuhan pembiayaan program strategi RAN 2020 mencapai Rp19,4 triliun (Rp16,6 triliun—Rp22,2 triliun), atau hampir dua kali lipat dari Rp9,8 triliun pembiayaan yang dibutuhkan strategi Baseline (Rp8,4 triliun—Rp11,3 triliun) dalam periode 2020— 2024. Sementara itu, biaya perawatan dan pengobatan komplikasi VHB yang ditimbulkan mencapai Rp38,4 triliun (Rp16,2 triliun—Rp64,0 triliun) dan Rp110,8 triliun (Rp63,7 triliun—Rp190,2 triliun) untuk masing-masing strategi RAN 2020 dan strategi Baseline. Besaran penghematan biaya kesehatan Rp72,4 triliun (Rp46,1 triliun—Rp135,9 triliun) dapat dihasilkan dari penerapan strategi RAN 2020.
Bila disandingkan dengan biaya program sebagai modal investasi, strategi RAN 2020 memiliki tingkat pengembalian investasi sebesar 3,7 kali lipat (2,4 kali lipat—7,3 kali lipat). Untuk tiap Rp100.000 yang terinvestasikan pada strategi RAN 2020, akan dihasilkan Rp370.000 (Rp240.000—Rp730 ribu) penghematan biaya kesehatan dalam kurun 50 tahun yang bisa direalokasikan untuk prioritas kesehatan atau bidang pembangunan lainnya.
Pandemi coronavirus disease of 2019 (COVID-19) meningkatkan kebutuhan pembiayaan program yang tidak mencapai 5% untuk belanja sarana proteksi diri dan pencegahan infeksi saat pemberian layanan dalam kurun 2020—2024. Kajian tidak berupaya menghitung besaran perubahan cakupan program sebagai imbas dari pandemi yang berpotensi menurunkan permintaan masyarakat akan vaksinasi dan penawaran layanan yang diberikan karena gejolak dalam sistem kesehatan yang terjadi untuk memprioritaskan respons penanganan COVID-19. Hal ini merupakan keterbatasan utama kajian ini di samping keterbatasan dari data yang digunakan dan fokus dampak program yang tidak mencakup populasi di luar kohort lahir.
Sebagai kesimpulan, penerapan strategi RAN 2020 merupakan pilihan kebijakan yang efisien dan berimplikasi pada penghematan biaya kesehatan. Investasi dalam pembiayaan strategi ini akan menghasilkan tingkat pengembalian yang positif dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Pengelola program dan pembuat kebijakan perlu memperhatikan aspek-aspek berikut untuk menjamin keberhasilan strategi RAN 2020 bila pilihan kebijakan ini yang akan ditempuh:
- Advokasi anggaran untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan implementasi strategi, dengan memanfaatkan ruang fiskal yang tersedia di pemerintahan pusat dan daerah;
- Promosi gencar di masyarakat untuk meningkatkan permintaan akan vaksinasi VHB;
- Kesiapan rantai logistik yang memadai dari titik perolehan sampai pemberian layanan untuk menjaga vaksin, obat profilaksis, alat diagnostik, dan sarana pendukungnya tersedia dalam jumlah yang mencukupi dan daya efikasi yang terjaga;
- Ekuitas akses agar tiap anggota masyarakat mendapatkan layanan vaksin VHB dengan kemudahan yang sama untuk semua lingkup geografis; dan
- Informasi lebih lanjut mengenai imbas pandemi COVID-19 terhadap performa program yang diperoleh melalui penelitian lanjutan guna perencanaan respons untuk memulihkan performa hingga mencapai sasaran implementasi.