Respons terhadap epidemi HIV sudah berlangsung secara formal sejak tahun 1994 melalui Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), beserta kerja sama dengan organisasi internasional. Kerja sama baik bilateral maupun multilateral ini mendorong adanya pengalokasian dana hibah asing untuk program HIV dan AIDS di Indonesia. Kerja sama ini merupakan skema dengan nama Inisiatif Kesehatan Global (Global Health Initiative – GHI).
Organisasi masyarakat sipil dalam skema Global Health Initiative
Lembaga donor asing seperti USAID, DFAT, GF, dan lainnya telah mengalokasikan dana besar untuk program HIV dan AIDS di Indonesia. Penerima dana ini tidak hanya pemerintah, tetapi juga kepada lembaga non-pemerintah, termasuk organisasi masyarakat sipil (OMS).
OMS memainkan peran strategis dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia. Peran ini tampak jelas dalam perjalanan puluhan tahun program HIV. OMS telah membantu program pemerintah. Mereka memberikan akses layanan kesehatan, memberikan pendampingan, serta mendukung kebijakan-kebijakan untuk program penanggulangan HIV dan AIDS.
Sebagai bagian dari komunitas, OMS berfungsi sebagai kontrol dan penyeimbang program pemerintah. Mereka memastikan layanan kesehatan yang komprehensif, responsif, akuntabel, dan berkualitas. Peran penting ini menarik perhatian GHI yang akhirnya memilih menyalurkan dana bantuan melalui OMS.
Pengaruh besar GHI terhadap organisasi masyarakat sipil
Pengaruh dana hibah asing terhadap OMS dalam penanggulangan HIV di Indonesia menjadi sorotan. Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba menganalisis dampak GHI terhadap OMS, namun penelitian yang berfokus di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu, PPH UAJ pada 2015 melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Global Health Initiative (GHI) terhadap Keberadaan dan Peran Organisasi Masyarakat Sipil dalam Pengendalian HIV di Indonesia.”
Baca Laporan Penelitiannya di sini.
Penelitian ini melibatkan enam kota di Indonesia; Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, Malang, dan Denpasar. Salah satu kesimpulan pentingnya adalah bahwa GHI memberikan pengaruh besar terhadap keberadaan dan peran OMS. Pengaruh besar ini bahkan dapat mengubah landasan, visi, misi, dan tujuan OMS.
Penelitian ini juga menemukan bahwa ketergantungan pendanaan program HIV dan AIDS pada donor asing memengaruhi orientasi kerja OMS. Banyak OMS terjebak dalam proyek jangka pendek. Studi lain menyebutkan bahwa GHI tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga dampak negatif bagi program HIV dan AIDS. Studi lain menunjukkan bahwa OMS kerap menjadi “topeng” untuk menutupi kepentingan asing.
Dengan ketergantungan OMS yang besar terhadap donor asing, apa yang bisa kita lakukan? Berbagai pihak perlu membahas pertanyaan ini. Pemerintah, OMS, dan GHI perlu memikirkan langkah-langkah untuk mempertahankan keberlanjutan peran OMS dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Untuk OMS, mereka membutuhkan rekomendasi pendanaan lain dan strategi yang tepat. Dengan demikian, OMS bisa menjawab tantangan jika donor utama GHI berhenti memberikan dana di Indonesia.