Erat dengan stigma dan diskriminasi, orang dengan HIV memiliki kerentanan terhadap masalah kejiwaan dan kesehatan fisik. Intervensi psikososial menjadi pilihan untuk mendukung kesehatan orang dengan HIV yang berkelanjutan.
Diagnosis positif pada kondisi kesehatan orang dengan HIV
Stigma dan diskriminasi menambah beban pikiran bagi orang dengan HIV. Membayangkan stigma dan diskriminasi menimbulkan banyak dampak terhadap hubungan interpersonal, ketidakstabilan atas masa depan, hingga kehendak untuk mengakhiri hidup. Pemikiran ini yang muncul ketika hasil diagnosis menyatakan positif.
Sederet masalah terkait status kesehatan terus menjadi beban pikiran. Orang dengan HIV butuh mengakses perawatan anti-retroviral (ARV) serta patuh untuk rutin mengonsumsi obat ARV seumur hidup. Kebutuhan untuk terus-menerus mengakses layanan kesehatan akan berdampak pada kondisi ekonomi. Di sisi lain, perawatan ini akan mengungkap banyak hal terkait dengan diagnosisi positif HIV-nya kepada orang lain. Pengungkapan ini berakibat pada eksklusi hingga diskriminasi, mengingat stigma masyarakat Indonesia terhadap orang yang hidup dengan HIV masih erat atas dasar moralitas agama yang keliru. Secara psikis, konsumsi ARV rutin berpotensi kepada tubuh merespons efek samping.
Mengapa intervensi psikososial?
Berbagai tantangan dihadapi ODHIV, baik untuk memulai dan juga bertahan dalam pengobatan HIV. Menurut Buckingham dkk. (2013), bahwa diagnosis HIV dapat memicu masalah kesehatan mental. Stigma dan diskriminasi, ketakutan untuk membuka status HIV, kendala ekonomi, faktor agama, efek samping ART, serta kurangnya dukungan sosial merupakan hambatan yang dirasakan oleh orang dengan HIV dalam menjaga kepatuhan pengobatan (Ahmed dkk, 2022). Kondisi ini membuat upaya untuk menjalani dan juga patuh dalam terapi antiretroviral menjadi lebih kompleks. Dengan demikian, anak, remaja, dan dewasa muda yang hidup dengan HIV memiliki kebutuhan kesehatan mental yang terkait dengan karakter dan kebutuhan khusus masing-masing kelompok kunci.
Buckingham dkk. (2013) menyatakan bahwa orang yang hidup dengan HIV memerlukan intervensi berkelanjutan terhadap kesehatan mental melalui setiap fase. Terdapat tiga tipe intervensi psikososial, yaitu intervensi berbasis gejala, intervensi berbasis dukungan, dan meditasi. Ketiga intervensi psikososial tersebut terbukti memberikan efek positif bagi kesehatan mental orang dengan HIV. Intervensi psikososial terbukti mampu meningkatkan hasil pengobatan HIV, termasuk bagi remaja dan dewasa muda, serta mendukung penguatan layanan kesehatan mental dalam program pengobatan HIV (Haas dkk., 2023).
Intervensi psikososial perlu menjadi prioritas penting bagi orang dengan HIV, termasuk anak.
Bentuk intervensi psikososial
Anak, remaja, dan dewasa dengan HIV memiliki karakter dan kebutuhan yang berbeda. Menentukan bentuk intervensi yang tepat untuk masing-masing kelompok membutuhkan diskusi dan dialog yang bermakna. Tentu saja dengan melibatkan masing-masing kelompok kunci. Terdapat tiga tipe intervensi psikososial sejauh ini menurut Gerans & Waluyo (2019), yaitu
- Intervensi berbasis gejala
- Intervensi berbasis dukungan
- Meditasi
Ketiga intervensi psikososial terbukti memberikan efek positif bagi hasil pengobatan dan kesehatan mental orang dengan HIV. Namun, apakah hanya ketiga intervensi psikososial tersebut yang bisa membantu setiap kelompok kunci orang dengan HIV di Indonesia? Maka dari itu, bagaimana kita bisa menentukan bentuk intervensi yang tepat untuk masing-masing kelompok kunci?
#TanganiBersama
#TanganiBersama Intervensi Psikososial untuk Mendukung Kesehatan Orang dengan HIV di Indonesia adalah seri diskusi untuk membahas intervensi psikososial yang tepat untuk orang dengan HIV mengatasi masalah kesehatan mental dan fisik secara berkelanjutan dan sesuai dengan fase hidup yang tepat.
Hasil dari diskusi ini diharapkan menjadi rekomendasi dalam penyusunan intervensi psikososial yang tepat dalam Program HIV di Indonesia untuk mendukung tercapai akhir epidemi HIV pada tahun 2024.
Cari tahu lebih lanjut tentang masing-masing seri diskusi di sini:
- Diskusi 13 Maret: TanganiBersama orang dengan HIV
- Diskusi 19 Maret: TanganiBersama anak dengan HIV & caregivers
- Diskusi 27 Maret: TanganiBersama intervensi psikososial menurut para pakar
- Diskusi 4 April: TanganiBersama menggagas intervensi psikososial bagi ADHA dan ODHIV di Indonesia
Daftar diskusi di sini dan mari #TanganiBersama
Referensi
Ahmed, A., Dujaili, J. A., Jabeen, M., Umair, M. M., Chuah, L. H., Hashmi, F. K., … & Chaiyakunapruk, N. (2022). Barriers and enablers for adherence to antiretroviral therapy among people living with HIV/AIDS in the era of COVID-19: a qualitative study from Pakistan. Frontiers in Pharmacology, 12, 807446.
Buckingham, E., Schrage, E., & Cournos, F. (2013). Why the Treatment of Mental Disorders Is an Important Component of HIV Prevention among People Who Inject Drugs. Advances in Preventive Medicine, 2013, 1–9.
Gerans, R., & Waluyo, A. (2019). A Psychosocial Intervention for Mental Health of People with HIV (PLWH): A Literature Review. International Journal of Nursing and Health Services (IJNHS), 2(3), 45-57.
Haas, A. D., Lienhard, R., Didden, C., Cornell, M., Folb, N., Boshomane, T. M., … & Joska, J. A. (2023). Mental Health, ART Adherence, and Viral Suppression Among Adolescents and Adults Living with HIV in South Africa: A Cohort Study. AIDS and Behavior, 27(6), 1849-1861.