Kabar Dari KIOS Atma Jaya

2020

Foto. Dok Kegiatan

Delapan belas tahun lalu, KIOS Atma Jaya didirikan oleh komunitas penggiat isu HIV AIDS dan sejumlah akademisi di UNIKA Atma Jaya. Hadirnya Kios kemudian mengubah pola pendekatan pengguna napza suntik (penasun) melalui Harm Reduction dengan dukungan semua pihak serta mitra-mitra LSM yang berkompetensi di bidangnya. Dalam pelaksanaannya, program layanan yang dijalankan menitikberatkan pada basis komunitas yang memadukan pendekatan medis dan psikososial. Seiring berjalannya waktu, KIOS Atma Jaya terus bertahan dan menjadi rumah kedua tidak hanya bagi penasun yang kini hidup dengan HIV, tetapi juga orang dengan HIV lainnya yang menjadi dampingan.

Di tengah kondisi pandemi global COVID-19, KIOS Atma Jaya mencoba terus bergerak memberikan program rujukan dan pendampingan bagi orang dengan HIV dengan pelbagai penyesuaian. Pasalnya, penerapan peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan selama pandemi memberikan dampak besar, terutama perihal menjadi terbatasnya ruang gerak KIOS Atma Jaya dalam menjalankan program. Jika sebelum pandemi staf KIOS Atma Jaya termasuk Manajer Kasus dengan mudah memberikan pendampingan secara tatap muka, kini pendampingan dan rujukan di lakukan secara virtual atau menggunakan saluran telepon.

Akan tetapi, pada kasus-kasus tertentu, pendampingan secara virtual nyatanya tidak dapat dilakukan sebab sebagian besar dampingan KIOS Atma Jaya datang dari kelompok marjinal yang tidak memiliki alat komunikasi memadai. Belum lagi masalah keterbukaan terhadap status positif HIV yang belum dilakukan oleh semua dampingan  KIOS Atma Jaya sehingga membuat mereka segan bila dipertemukan di ruang daring dan membicarakan permasalahannya dari rumah. Tidak hanya itu, bagi petugas lapangan sendiri, pola pendampingan daring menghadirkan keterbatasan dalam pendekatan yang lebih personal dari sisi psikologis. Dihubungi melalui sambungan telepon, Husen selaku Petugas Lapangan KIOS Atma Jaya mengungkapkan, “Di KIOS (Atma Jaya-red) sendiri kita punya kelompok dukungan bernama Amongkarsa. Amongkarsa itu berupa self-help support (kelompok bantu diri-red), tapi sulit ya kalau online menggunakan zoom, karena jadi seperti tidak bebas, banyak yang takut-takut berbicara kalau misalnya dia sedang berada di rumah karena belum open status ke keluarga. Selain itu pedekatan psikologisnya juga terasa kurang kalau online.”

Lebih jauh, selain persoalan dampingan psikologis yang menjadi sangat terbatas di masa pandemi, ada juga permasalahan rutinitas pengambilan ARV yang sempat sulit dilakukan oleh dampingan KIOS Atma Jaya. Sebagian dampingan sempat mengalami masa-masa kesulitan mengakses ARV karena tidak bisa datang secara langsung ke KIOS Atma Jaya atau ke fasilitas kesehatan tempat mereka biasa memperoleh ARV. Tentu saja bukan karena enggan mengonsumsi ARV, tapi karena kekhawatiran akan tertular virus COVID-19 karena kondisi tubuh yang dirasa lebih rentan tertular. Ada pula yang mengalami masalah keuangan sehingga tidak memiliki ongkos untuk mendatangi KIOS Atma Jaya maupun fasilitas kesehatan rujukan lainnya.

Permasalahan ini memaksa petugas KIOS Atma Jaya menyusun strategi agar tidak tinggal diam dan ‘menjemput bola’. Ada waktu-waktu ketika petugas harus mengantarkan ARV langsung kepada dampingan. Sementara di waktu lain, KIOS Atma Jaya tetap memberikan layanan pengambilan obat langsung dan program tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Misalnya saja membagi-bagi dampingan pada kelompok-kelompok kecil dan mengatur perbedaan waktu layanan untuk memastikan bahwa dampingan tidak akan mengantre apalagi berkumpul terlalu lama.

Kepungan keterbatasan dan tantangan dalam situasi pandemi tidak lantas menyurutkan semangat dan lentera harapan rekan-rekan yang berjuang di KIOS Atma Jaya. Diwakili oleh Husen, harapan untuk KIOS Atma Jaya, terutama para dampingan, dinyalakan.“Untuk para dampingan KIOS (Atma Jaya-red), harapannya tentu saja mereka harus tetap yakin untuk melaksanakan upaya-upaya perubahan perilaku hidup guna menjaga kesehatan. Kami dari tim KIOS Atma Jaya juga selalu ingin bisa meyakinkan mereka bahwa tidak ada upaya perubahan perilaku yang sia-sia. Jadi harapan utamanya adalah agar dapat sama-sama menjaga kesehatan dengan jalan perubahan perilaku. Tapi perlu diingat juga bahwa dalam perubahan perilaku ada 3 konsep yang mesti dipenuhi, yakni faktor individu, faktor sosial atau kondisi sosialnya, dan faktor dari kebijakannya. Kalau individu dan kondisi sosialnya sudah berubah tapi kebijakannya tidak, tentu akan menyulitkan, begitu pula sebaliknya. Jadi semoga ke depannya, semua faktor tersebut dapat terus bersinergi agar mendukung perubahan perilaku kesehatan yang lebih baik”, pungkas Husen.

Only available in Indonesian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Download

Kabar Dari KIOS Atma Jaya

Skip to content