Pengantar
Kios Atma Jaya hanyalah setitik unit kecil dari puluhan elemen organisasi internal Unika Atma Jaya. Lebih dari itu Kios juga merupakan cikal-bakal munculnya Pusat Penelitian HIV dan AIDS (PPH) Unika Atma Jaya. PPH Unika Atma Jaya adalah lembaga yang melakukan penelitian di bidang kebijakan kesehatan terkait dengan permasalahan HIV dan AIDS. Dalam operasionalisasinya, lembaga ini di bawah koordinasi Lembaga Pengembangan dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unika Atma Jaya.
Kios merupakan pionir di dunia penanggulangan AIDS khususnya program harm reduction dengan filosofi outreach sebagai ujung tombak untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi orang-orang yang diasingkan dari masyarakat umum seperti pengguna narkoba suntik. Upaya kemanuasiannya telah menyelamatkan ratusan bahkan ribuan orang dari penularan HIV dan AIDS. Tengok saja hasil-hasil kerja nyata Kios selama lebih dari 12 tahun ini, ribuan Penasun telah terjangkau dan mendapatkan hak mereka mengakses layanan. Ratusan orang telah mengubah jalan hidupnya, mendapatkan pengetahuan penting, menjadi relawan kesehatan yang bertebaran di masyarakat, menjadi enterpreneur sosial dan pemimpin organisasi. Mereka membuka diri dengan dunia luar baik lokal maupun internasional dengan membangun jaringan sosial penting antar negara dan masyarakat dunia.
Meskipun kita tidak menyadari berbagai upaya ini, paling tidak Kios telah dimanfaatkan oleh orang-orang muda dalam 15 tahun terakhir ini. Pada sisi yang lain, Kios juga telah menjadi sumber pengetahuan dunia Harm reduction di Jakarta ataupun Indoensia. Secara praktis, Kios juga telah menjadi sumber ekonomi bagi para staf yang pernah bergabung yang sebagian besar adalah pengguna narkoba suntik atau orang-orang yang terdampak oleh penggunaan narkoba suntik.
Perjalanan
Titik awal perjalanan Kios berawal dari Kampung Duri yang menjadi saksi bisu bagaimana Kios berkembang hingga kini dari satu periode ke periode berikutnya. Sekumpulan kecil remaja Kampung Duri yang peduli dengan masalah kesehatan terlibat dalam pilot project Atma Jaya untuk mempromosikan masalah kesehatan reproduksi remaja. Namun Perlahan berubah seiring dengan situasi sosial dengan munculnya problematika lain bernama narkotika di daerah itu. Melihat peta masalah narkotika saat itu semakin banyak anak muda tidak mampu mengontrol dirinya dengan cara instan menggunakan heroin. Mereka tidak lagi melihat masalah sebagai sesuatu yang harus dihadapi, tetapi harus diselesaikan dengan narkoba dan pada akhirnya mereka tidak mampu mengendalikan diri terhadap masalah adiksinya. Sebagian besar nyawa mati sia-sia karena derasnya laju virus HIV kala itu dengan prevalensi mencapai 70% (Sumber: laporan tahunan Kios 2005).
Faktanya bahwa cikal bakal Kios Atma Jaya dimulai dari sebuah studi ini dengan melihat masalah narkotika di kampung Duri, maka Kios Atma Jaya muncul ditengah situasi pelik saat itu dipelopori oleh Prof. Irwanto dan kawan-kawan. Para praktisi ini kemudian melakukan studi untuk mencari model intervensi yang tepat untuk penanganan narkotika di Indonesia. Mereka belajar hingga ke USA dan mengembangkan sebuah program yang didanai oleh FHI ASA untuk penanganan masalah pengguna narkotika suntik di Indonesia.
Program ini pada dasarnya merupakan program Harm reduction dengan strategi utamanya adalah Indigenious Leader Outreach Models (ILOM) yaitu menggunakan teman sebaya untuk menemukan pengguna narkotika suntik (Penasun) yang tersebunyi di tengah masyarakat. Perjalanan Kios Atma Jaya terus berkembang dengan munculnya inisiasi awal untuk program VCT bagi komunitas penasun sekaligus membuka peta baru perkembangan HIV dan AIDS di kalangan penasun. Melihat kondisi keterbatasan layanan VCT di DKI Jakarta, maka muncul sebuah desakan agar pemerintah menyediakan layanan VCT di Puskesmas-puskesmas kecamatan untuk mempermudah akses layanan bagi komunitas yang rentan.
Periode-periode sulit dalam mengambil sebuah keputusan yang penuh kontradiktif pada awal tahun 2005 dimana salah satu upaya pengehentian laju epidemi HIV dan AIDS adalah pendistribusian jarum suntik. Lembaga donor mendukung penuh upaya mitranya membagikan jarum suntik pada penasun. Fakta di lapangan juga menemui banyak gesekan dengan para aparat karena menganggap jarum suntik merupakan media bukti dan melanggar hukum sampai-sampai petugas lapangan di gadang ke kantor polisi. Tentu saja periode ini belum selesai dan terus terjadi pergolakan dan ketakutan penasun membawa jarum suntik. Hal ini terjadi karena regulasi terkait program Layanan Layanan Alat Suntik Steril belum ada. Undang-undang Narkotika No. 35 tahun 2009 baru disahkan pada tahun yang sama dengan defenisi pecandu sebagai korban adalah sebuah kenihilan.
Perkembangan layanan Kios bagi penasun hingga akhir tahun 2009 menyisakan banyak cerita heroik dan memasuki babak baru pada tahun 2010. Sejenak Kios berhenti dari aktifitasnya dan memulai mendisign program baru di mana semua rujukan terpusat pada Puskesmas termasuk LASS. Faktanya prevalensi HIV terbukti tinggi hingga 60% di Jakarta (sumber: Survey Mini BSS HCPI 2012) karena program tidak berjalan efektif. Maka program tahun 2012 LASS kembali bergulir di tangan LSM yang diprakarsai oleh HCPI sebagai donor bagi mitra-mitranya di Indonesia hingga akhir tahun 2015.
Hasil Kerja
Jika melihat sejumlah fakta pengaruh Kios Atma Jaya dalam program penanggulangan HIV dan AIDS di Jakarta terlihat dalam cakupan hasil-hasilnya. Sejumlah keluaran dan hasil dari keterlibatan Kios dalam program penaggulangan HIV dan AIDS telah menunjukan bahwa jumlah penasun yang telah memanfaatkan layanan yang disediakan oleh Kios dari tahun ke tahun. Pada periode 2002-2009 jumlah penasun yang terjangkau lewat program Kios sebanyak 7576 Penasun. Kemudian dalam 6 tahun terakhir sejak tahun 2010 hingga 2005 Jumlah penasun yang dijangkau sebanyak 2.778 di wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara dan 578 Penasun yang terjangkau di Propinsi Banten di 3 kota yaitu Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang dari tahun 2012-2015. Sedangkan data klien yang sudah mengikuti VCT di Kios selama tiga tahun terakhir sejak 2013-2015 mencapai 2800 klien dimana Penasunnya sebanyak 920 orang. Sementara klien yang mengikuti ARV sebanyak 90 orang dan 46 diantaranya bertahan hingga akhit tahun 2015 bahkan hingga sampai saat ini.
Melihat data ini tentu bisa melihat lebih jauh bagaimana keberadaan Kios telah dimanfaatkan oleh komunitas. Ribuan informasi telah tersebar, media-media pencegahan telah digunakan komunitas dan bahkan berapa banyak perubahan sikap atau prilaku komunitas atas usaha yang dilakukan oleh seluruh komponen Kios. Perubahan sikap dan berani mengambil keputusan untuk membuat pilihan menghindari prilaku beresiko, mengakses layanan kesehatan secara reguler, membuat komitmen untuk meninggalkan drugs secara totalitas dan telah fokus pada masa depannya.
Hasil survey dari tahun ke tahun perubahan prilaku penasun untuk menghindari prilaku menyuntik bersama dan atau meminjamkan jarum bekas, dalam survey terakhir tahun 2014 sudah mencapai 94%. Artinya kesadaran terhadap epidemi HIV melalui penggunan alata suntik bersama dan bekas cukup signifikan dengan usaha advokasi dan promosi informasi di lapangan.
Penutup
Dengan perjalanan Kios selama 15 tahun ini dalam program harm reduction di Jakarta, maka perkembangan program di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari inisiatif dan hal-hal yang telah dihasilkannya. Perubahan epidemi dan perubahan perilaku pada komunitass Penasun hingga saat ini pada dasarnya merupakan bentuk kerja keras puluhan lembaga HR di Indonesia dan Kios menjadi salah satu bagiannya yang secara konsisten terus mengupayakan pelayanan yang lebih baik bagi Penasun untuk saat ini dan di masa yang akan datang.
Disclaimer: Tulisan ini mewakili opini penulis dan tidak menggambarkan opini dan sikap Pusat Penelitian HIV Atma Jaya