Latar belakang
Beban kasus TBC di Indonesia masih tinggi, yaitu peringkat tiga dunia pada 2018 dengan 834.000 kasus (316 per 100.000 penduduk) sementara jumlah yang baru terlaporkan diobati 570.289 kasus. Sedangkan cakupan TPT nasional pada ODHA baru mencapai 14% pada semester 1-2019.
*laporan TBC global 2018 – WHO & kajian epidemiologi (TB EPI review 2019)
Analisis Akar Masalah
Beberapa penyebab cakupan TPT nasional masih rendah dari yang diharapkan, bisa dilihat dari beberapa faktor demand. Misalnya kurangnya pengetahuan terkait TPT dan adanya penolakan dari ODHA itu sendiri, sehingga mereka merasa jumlah obat yang diminum menjadi banyak selain pengobatan HIV. Hal ini ditambah peran penjangkau dan pendamping ODHA yang belum cukup optimal untuk program TPT. Dari sisi access, tidak semua layanan PDP memiliki akses distribusi TPT. Sedangkan secara program management, tidak semua petugas PDP tersosialisasi program TPT, KIE, dan manajemen logistik TPT nasional masih belum baik. Ditambah belum optimalnya kolaborasi TB-HIV sehingga berdampak pada sistem pelaporan TB-HIV. Terakhir, dari sisi Quality of Care peran KIE TPT pada pasien ODHA belum dilaksanakan secara optimal, tindak lanjut indikator kegiatan skrining TB pada ODHA belum diketahui hasil output-nya, dan tak kalah penting masih banyak petugas kesehatan yang enggan memberikan TPT pada ODHA.
Mengapa Harus TPT
Banyak penelitian di level global membuktikan bahwa TPT efektif untuk mencegah ODHA mengalami tuberculosis (TBC). Hasil penelitian observasional kohort di empat Rumah Sakit (RS Marzuki Mahdi, RS Hasan Sadikin, RS Cipto Mangunkusumo, dan RS Persahabatan), selama 2012-2016 menunjukkan bahwa TPT menurunkan risiko ODHA mengalami TBC sebesar 75%.
Area Intervensi Pemecahan Masalah
Untuk mencapai target 70% ODHA memperoleh layanan TPT pada 2024 sebagai bagian dari kerja kolaboratif pihak Promkes, Yankes, Lintas Sektor, dan LSM maka perlu dilakukan berbagai upaya antara lain:
- Peningkatan kapasitas penyedia layanan
Petugas layanan PDP diberi bekal materi mengenai TPT pada ODHA, sebagai bagian dari pelatihan HIV yang komprehensif.
- Sosialisasi informasi mengenai program TPT kepada ODHA dan pendamping sebaya untuk menjadikannya target capaian program dalam kegiatan pendampingan di LSM.
- Penyediaan materi KIE yang memadai.
Ketersediaan materi KIE yang memadai di layanan PDP dapat mendukung peran petugas dalam memotivasi ODHA yang memenuhi syarat untuk mendapatkan layanan TPT.
- Penguatan mekanisme pencatatan pelaporan
Mekanisme pencatatan pelaporan yang baik, terutama yang berkaitan dengan tidak lanjut hasil skrining TB pada ODHA dan pemberian TPT pada ODHA, akan memperbaiki data hasil pada SIHA, sehingga dapat dijadikan dasar evaluasi pelaksanaan TPT.
- Penguatan mekanisme kolaborasi antar program
Tak kalah penting, semua lintas program (TB, HIV dan KIA) membagikan informasi sehingga pengambilan kebijakan dan penyiapan sumber daya yang dibutuhkan, bisa dilaksanakan untuk memastikan semua data terkait pemberian TPT bagi ODHA diinput dalam laporan SIHA.
Kesimpulan
Indonesia merupakan negara endemik TBC, dengan jumlah prevalensi kasus TBC yang masih tinggi. Di dalamnya termasuk kasus TB Laten yang akan mudah menjadi TBC aktif, bagi sebagian orang dengan kondisi tertentu, misalnya imunokompromais, dll. Penatalaksanaan TPT yang baik dapat berkontribusi mencegah menjadi TBC aktif, sehingga secara tidak lansung akan dapat menurunkan beban TBC. Dengan demikian, diharapkan eliminasi TBC pada 2030 bisa tercapai.
Yakub Gunawan
Ketua Sub Group TWG TB-HIV
Peneliti di PPH UNIKA Atma Jaya
Disclaimer: Tulisan ini mewakili opini penulis dan tidak menggambarkan opini dan sikap Pusat Penelitian HIV Atma Jaya.