Waria dengan ekspresi dan identitas gendernya sudah lama menjadi bagian dari masyarakat dan sub budaya di Indonesia. Meskipun demikian, keberadaannya dan partisipasi mereka di masyarakat kerap kali dimarginalisasi karena anggapan umum bahwa mereka itu bagian dari “anomali”, manusia yang kurang sempurna, gaya hidup mereka membahayakan publik dan mengganggu ketertiban umum dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam kehidupan sehari-harinya, waria berpotensi untuk mendapatkan kecaman, tindak kekerasan dan diskriminasi. Walau dalam tradisi Jawa dan Bugis, waria mempunyai kedudukan sosial terhormat, tetapi pandangan yang lebih modern mengenai tubuh, seksualitas, dan peran seksual – terutama dalam pendekatan model medis dan religius, posisi sosial mereka tergerus oleh wacana penciptaan dan kesempurnaan. Dalam konteks ketatanegaraan saat ini, berbagai bentuk perlakuan negatif dan merendahkan status sosial tersebut didukung oleh aturan pemerintah di tingkat nasional dan daerah untuk memonitor perilaku waria karena berbagai asumsi di atas.
Dilema penerimaan masyarakat terhadap waria berdampak pada marginalisasi komunitas itu yang dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Akibat lebih jauh dari bentuk eksklusi sosial seperti ini menyebabkan mereka berada dalam kerentanan hak-haknya menikmati akses pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan pemenuhan hak-hak sipil dan politiknya. Untuk meningkatkan kondisi hidup dan keadilan sosial bagi kelompok waria, diperlukan inisiatif untuk membuat program dan kebijakan yang sesuai.
Namun, masih banyak informasi yang belum tersedia terkait situasi terkini, terutama yang berkaitan dengan hak sipil seperti kartu identitas, pendidikan, pekerjaan, layanan sosial dan kesehatan. Survei ini bertujuan mengetahui besaran dan sebaran permasalahan kualitas hidup waria di Indonesia khususnya di DKI Jakarta untuk mendukung terbangunnya sebuah kebijakan yang mampu mempertimbangkan situasi hidup waria sebagai bagian dari masyarakat di Indonesia untuk memperoleh kesejahteraannya.
Sesuai dengan tujuan penelitian maka disain penelitian yang digunakan adalah metode survei yang memungkinkan mengetahui besaran dan sebaran permasalahan kualitas hidup waria ingin diketahui. Jenis penelitian survei yang dilakukan adalah potong lintang (cross-sectional) dengan menggunakan kuesioner yang baku untuk memotret permasalahan kualitas hidup waria saat ini atau pengalaman masa lampaunya. Dari sisi jenis penelitian, penelitian ini merupakan penelitian bersama dengan komunitas (community based research) dimana proses pengembangan disain penelitian ini diperkaya oleh pengalaman dari komunitas waria dalam hidupnya sehari-hari. Dalam pelaksanaannya, perwakilan komunitas waria yang ada di DKI Jakarta dilibatkan sebagai pengumpul data dan sekaligus melakukan validasi atas berbagai hasil lapangan yang diperoleh di lapangan. Keterlibatan komunitas waria ini dimaksudkan agar kepentingan dan pengalaman waria terkait dengan isu kualitas hidup bisa lebih bisa diartikulasikan di dalam pengembangan instrumen, analisis, interpretasi dan pemanfaatan hasil penelitian.
Studi ini menetapkan 100 waria sebagai responden dari seluruh wilayah di DKI Jakarta, dengan kriteria inklusi adalah sebagai berikut: (a) Mengidentifikasikan diri sebagai waria; (b) Berusia 18 tahun atau lebih; (b) Telah tinggal di DKI Jakarta dalam waktu sedikitnya 6 bulan. Berdasarkan kriteria inklusi tersebut, pemilihan sampel didasarkan pada metode penyampelan kuota di mana setiap lokasi penelitian direkrut sebanyak 20 orang responden dengan komposisi usia 60% untuk waria berusia di bawah 30 tahun dan 40% waria yang berusia di atas 30 tahun. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara modified chain referral di mana satu orang waria di satu lokasi ditentukan sebagai responden pertama dan kemudian yang bersangkutan diminta untuk menominasikan satu orang lain untuk menjadi responden berikutnya.