Pengobatan ARV pada Anak dan Remaja

Sebelah kiri, foto Lydia Verina Wongso dari PPH UAJ sebagai moderator. Sebelah kanan, foto Natasya Sitorus dari Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV sebagai pembicara dalam diskusi tentang Pengobatan dan Perawatan ARV untuk Anak dan Remaja dengan HIV di Indonesia. Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia
Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia

Pengobatan dan perawatan ARV adalah hal penting untuk memastikan kesehatan, tumbuh kembang, dan kesejahteraan anak dan remaja dengan HIV. Sama halnya dengan orang dewasa, anak dan remaja tetap perlu mengonsumsi ARV untuk menekan jumlah virus dalam tubuhnya. Tujuannya, untuk memastikan virus tidak lagi terdeteksi dan menjaga daya tahan tubuh anak. Sayangnya, persamaan antara anak dan remaja dengan dewasa hanya sampai di sini. Anak dan remaja punya keterbatasan fisik untuk bisa mengonsumsi ARV dengan rutin. Di sisi lain, obat yang tersedia perlu menyesuaikan karakter anak dan remaja.

Diskusi Kultural untuk Anak dengan HIV di Indonesia kali ini membahas tentang situasi pengobatan ARV pada anak dan remaja dengan HIV. Natasya Sitorus sebagai perwakilan dari Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV memaparkan temuan terkini tentang jumlah anak dengan HIV di Indonesia dan obat ARV yang tersedia di Indonesia. Diskusi ini berlangsung secara daring pada 6 Agustus 2024.

Berapa jumlah anak dengan HIV di Indonesia?

Sulit untuk menentukan berapa banyak sebenarnya anak dengan HIV di Indonesia dan jumlah anak dengan HIV yang dalam perawatan ARV. Natasya Sitorus dari Aliansi Nasional untuk Anak dengan HIV butuh menarik dari beberapa dataset yang berbeda untuk memperkirakan berapa anak dengan HIV serta anak dalam perawatan ARV. 

Berdasarkan Kementerian Kesehatan tahun 2022, tercatat 18.000 anak dengan umur 0-14 tahun hidup dengan HIV di Indonesia. Dari 18.000 anak, tercatat hanya 29% anak menjalani terapi ARV. Estimasi terdapat 5.220 anak dalam perawatan pada 2022. 

Langsung ke 2024, per 5 Agustus 2024, tercatat 5.145 anak dengan HIV di Indonesia dalam perawatan ARV. Sayangnya, data terbaru tahun 2024 tidak menyatakan dengan detail berapa total kumulatif anak dengan HIV. Selain itu, pencatatan juga tidak mewakili realitas keseluruhan. Natasya menyebutkan bahwa jika ada anak dengan HIV dalam perawatan poli ekskutif, maka ia tidak akan tercatat SIHA. 

Dengan demikian, sulit menentukan apakah terdapat perubahan signifikan untuk anak yang menjalankan terapi ARV. 

ARV untuk anak, siapa yang membiayai?

ARV khusus untuk anak telat tersedia di Indonesia. Laporan dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan ketersediaan ARV sejak 2023 melalui pembiayaan Global Fund dan APBN. Global Fund mendanai 10 dari 11 macam ARV yang masuk ke Indonesia. Negara melalui APBN mendanai 3 jenis ARV, dengan 2 gabungan dengan Global Fund dan 1 pendanaan mandiri oleh APBN. 

Pembelian ARV ini berlangsung pada tahun 2023 dan 2024 dengan jenis ARV yang berbeda dan jumlah yang bervariasi. Misalnya seperti Abacavir/Lamivudine 120/60. Global Fund mendanai pembelian ARV ini pada tahun 2024 sebanyak 5.260. ARV ini bersifat dispersible atau dapat larut dengan air dan memiliki garis bagi. Obat ini merupakan ARV yang paling cocok dan ramah untuk anak. Negara melalui APBN mulai membeli Zidovudine 100mg secara mandiri pada tahun 2024. ARV ini digunakan untuk profilaksis bagi bayi yang lahir dari ibu dengan HIV sebanyak 217 dosis.

ARV untuk anak, se-kompleks apa pengobatan HIV pada anak?

Terdapat 2 lini pengobatan ARV pada anak. Kedua lini terbagi atas umur anak dan kondisi ko-infeksi dengan regimen rekomendasi dan alternatif untuk perawatan. 

Lini pertama terbagi atas usia di bawah 3 tahun, 3 tahun, dan 10-18 tahun. Terdapat regimen tertentu untuk anak di bawah 3 tahun dan 10-18 tahun dengan ko-infeksi TB. Lini pertama diatur berdasarkan Permenkes No. 23 Tahun 2022. Lini kedua bergantung pada konsumsi ARV pada lini pertama. Kondisi tambahan dengan ko-infeksi hepatitis B. 

Kenapa anak perlu ARV untuk anak?

Kepatuhan perawatan ARV merupakan anjuran untuk orang dengan HIV, termasuk untuk anak. Di sisi lain, banyak tantangan untuk anak dapat dengan rutin mengonsumsi ARV. Dari sisi pengobatan, ketidaktersediaan ARV khusus anak dapat berdampak ke banyak aspek kesehatan anak. 

Natasya menyebutkan terdapat tiga masalah jika anak tidak diberikan ARV khusus anak. Pertama adalah pemberian ARV dewasa untuk anak. ARV dewasa memiliki ukuran yang besar. Hal ini menyulitkan untuk anak menelan obat secara fisik. Alternatif untuk membagi obat ke dalam potongan yang lebih kecil juga tidak ideal. Tanpa garis potong, hasil potongan tidak akan sama besar. Memotong juga membuat sebagian obat hancur, sehingga mengubah dosis. Selain itu, hasil potongan akan memberikan rasa lengket dan pahit. Kedua adalah ARV sirup. Pelarut dari sirup ARV mengandung lebih dari 40% alkohol yang dapat memberikan tambahan efek samping untuk anak. Secara logistik, penyimpanan ARV sirup harus menggunakan botol kaca khusus pada suhu ruangan tertentu. Terakhir adalah meracik ARV. Menggunakan ARV racik membutuhkan biaya lebih tinggu untuk jasa meracik. Di sisi lain, ARV kehilangan efektivitas dengan kemungkinan dosis yang tidak tepat dan oksidasi. Secara logistik, sulit untuk mengetahui tanggal kadaluarsa dan masa penyimpanan obat yang singkat. 

Ke mana 71% anak yang tidak dalam pengobatan ARV?

Masih ada 71% anak dengan HIV di Indonesia yang tidak dalam pengobatan ARV rutin. Artinya, terdapat kisaran 12.780 anak. Angka ini seharusnya menjadi tanda peringatan bagi pemerintah untuk menindaklanjuti keterbatasan ARV untuk anak. 

Nyatanya, ARV anak belum tersedia merata di seluruh Indonesia. Tidak ada data spesifik terkait dengan lokasi sirkulasi ARV untuk anak terbanyak di Indonesia, namun hal ini perlu kita suarakan bersama. Penyediaan dan pemerataan merupakan kunci meningkatkan kepatuhan ARV. 

Dengan kondisi tidak merata ini, mengakali obat ARV menjadi solusi ketidaktersediaan ARV untuk anak. Menggunakan ARV dewasa dan meracik ARV menjadi solusi paling realistis dibanding membiarkan anak tanpa pengobatan. Namun, solusi ini membuat anak semakin sulit untuk patuh ARV. Obat dewasa yang tidak bisa ditelan, pahit dan lengket jika dipotong membuat anak semakin enggan mengonsumsi obat, sehingga meningkatan kemungkinan berhenti ARV. 

Membicarakan pengobatan ARV untuk anak juga perlu memperhatikan karakter khusus dari anak dengan HIV. Kondisi anak dan remaja pada masa perkembangan fisik dan psikologis memengaruhi kompleksitas dalam menjaga kepatuhan. Di sisi lain, penting juga untuk memahami posisi marjinal anak dan remaja yang masih dependen terhadap wali anak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content