Lokakarya Kesehatan Mental Bagi Para Pendamping Pasien Tuberkulosis

Foto. POP TB Indonesia

Pada pengobatan Tuberkulosis (TB) di Indonesia, khususnya mereka yang dalam pengobatan TB RO (Tuberkulosis Resisten Obat), kesehatan mental menjadi permasalahan serius yang mungkin dihadapi. Hal ini dipengaruhi lamanya pengobatan yang cukup menguras energi pasien, belum lagi efek samping obat yang dapat memicu terjadinya depresi kecemasan dan stres. Sebut saja Cyclocerine yang merpakan obat antibiotic untuk mengatasi infeksi bakteri tuberculosis. Ia termasuk dalam golongan obat keras yang bisa memiliki efek samping berupa gangguan halusinasi, ansietas, depresi, perubahan perilaku hingga munculnya pikiran untuk bunuh diri. Efek samping dari pengobatan TB ini tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Oleh karena itu Perhimpunan Organisasi Pasien (POP) TB Indonesia bekerja sama dengan PUI-PT PPH Pusat Unggulan Kebijakan Kesehatan dan Inovasi Sosial, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya (PUI-PT PPH PUK2IS UAJ) menyelenggarakan “Lokakarya Virtual Tentang Kesehatan Mental Bagi Para Pendamping Pasien Perhimpunan Organisasi Pasien (POP) TB Indonesia”.

Berlangsung secara penuh di ruang pertemuan virtual aplikasi Zoom, acara ini terselenggara pada 16 Maret hingga 19 Maret 2021. Selama empat hari masa lokakarya, PUI-PT PPH PUK2IS UAJ bertindak sebagai fasilitator/narasumber utama bagi para peserta yang terdiri atas organisasi pasien TB jejaring POP TB Indonesia dan Sekretariat POP TB Indonesia. Adapun dua tujuan utama lokakarya ialah meningkatkan literasi kesehatan mental pendidik sebaya dan meningkatkan wawasan tentang identifikasi masalah gangguan kesehatan mental pada pasien.

Hari pertama lokakarya dibuka dengan pengenalan awal oleh Evi Sukmaningrum, PhD. (Psikolog dan Kepala PUI-PT PPH PUK2IS UAJ). “Secara garis besar ada empat metode yang akan digunakan dalam lokakarya ini, yaitu diskusi kelompok, pemberian materi dalam bentuk bentuk PPT, bermain peran (latihan keterampilan), dan games untuk mengawali materi. Di lokakarya ini, kami (PUI-PT PPH PUK2IS UAJ) juga menerapkan prinsip 4A, aktif, adaptif, asertif, dan asik”, tutur Evi Sukmaningrum.

Usai paparan pembuka dari Evi Sukmaningrum, tiga orang pembicara secara berturut-turut memberikan presentasi di hari pertama. Mereka adalah Dr. Mario Steffanus, M.Biomed, SpPD, dengan penjelasan pengantar tentang “Tuberkulosis dan Kesehatan”; Dr. Astri Parawita. Ayu (Peneliti PUI-PT PPH PUK2IS UAJ), dengan materi “Tuberkulosis dan Gangguan Jiwa”; dan Eric Sindunata, M.Psi (Peneliti PUI-PT PPH PUK2IS UAJ) dengan materi “Mental Health 101”.

Pada hari kedua, Devika, S.Psi (Peneliti PUI-PT PPH PUK2IS UAJ) membawakan pemaparan tentang “Stigma, Diskriminasi, dan Kesehatan Jiwa”. Dalam sesi ini, peserta dibagi menjadi beberapa kelompok untuk mengerjakan tugas berupa identifikasi pengalaman stigma dan diskriminasi yang pernah dialami atau ditemukan oleh teman-teman komunitas di kota/kabupaten/provinsi terkait kondisi kesehatan mereka. Di hari yang sama, Caroline Thomas, M.K.M menuturkan materi terkait “Kepatuhan Pengobatan TB dan Masalah Kesehatan Jiwa” dan “Pencegahan Infeksi dan Infeksi Ulang: Protokol Kesehatan untuk Pendampingan”, serta ditutup oleh penjelasan mengenai “Sikap Pendamping dan Pentingnya Peduli Diri: Menjaga Kesehatan Mental Bagi Diri Sendiri” yang dibawakan oleh Evi Sukmaningrum, PhD.

Hari ketiga lokakarya diisi materi dari tiga narasumber yaitu Dr. Astri Parawita Ayu, SpKJ, dengan topik “Deteksi Dini Masalah Kesehatan Jiwa”, dilanjutkan dengan pemaparan bertajuk Psikolog, “Pengembangan Pendamping untuk Menjadi Konselor Sukarela” dari Evi Sukmaningrum, Ph.D, dan ditutup oleh Eric Sindunata, M.Psi membawakan materi lanjutan keterampilan dasar konseling. Di hari ketiga ini, peserta lokakarya diajak untuk bermain peran (role play) sebagai klien, pendamping, dan observer guna mempraktikkan secara langsung teknik dasar konseling.

Pada hari terakhir, Dr. Astri Parawita Ayu, Sp.Kj kembali menjadi narasumber untuk materi terkait wawancara motivasi. Materi dari Dr. Astri kemudian dilanjutkan oleh Evi Sukmaningrum, Ph.D yang menuturkan tentang prinsip-prinsip wawancara motivasi. Sementara itu, Eric Sindunata, M.Psi dan Caroline Thomas, M.K.M menjadi dua narasumber penutup yang masing-masing membawakan materi terkait batasan peran pendamping pasien TB dan sistem rujukan layanan kesehatan mental pasien TB.

Melalui pelaksanaan lokakarya ini, POP TB Indonesia mengharapkan hasil berupa: 1). Meningkatnya kemampuan pendidik sebaya dalam menghadapi isu kesehatan mental pada pasien TB, dan 2). Meningkatnya wawasan pendidik sebaya tentang pengetahuan dan keterampilan konseling untuk pasien dengan gejala gangguan psikologis (masalah kesehatan mental).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content