Search
Close this search box.

Implementasi Pengobatan Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

2015

* Dokumen dalam Bahasa Indonesia
Laporan Penelitian untuk Evaluasi dan Intervensi Pengobatan Rumatan Terapi Metadon (PTRM) oleh PPH UAJ dan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan RI.
Evaluasi dan Intervensi Pengobatan Rumatan Terapi Metadon (PTRM)

Program Pengobatan Terapi Rumatan Metadon (PTRM) hadir secara resmi pada tahun 2006. Pedoman implementasi PTRM terbit melalui peraturan Kementerian Kesehatan RI No. 494/Menkes/SK/VII/2006. Program PTRM menjadi upaya penanganan komprehensif, prosesual, dan berkelanjutan untuk orang dengan adiksi terhadap napza.

Latar Belakang PTRM

Kementerian Kesehatan RI resmi mengeluarkan pedoman PTRM setelah uji coba oleh WHO pada tahun 2003. WHO melakukan uji coba di dua rumah sakit yaitu Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO), Jakarta dan Rumah Sakit Sanglah, Bali. Hasil uji coba tersebut menunjukka, adanya perubahan perilaku penasun yang mengikuti PTRM berhenti menggunakan obat (Utami et al., 2005). Keuntungan lain adalah penasun yang positif HIV dan mengikuti PTRM memiliki tingkat kepatuhan minum antiretroviral (ARV) yang lebih baik.

Tantangan Pelaksanaan PTRM

Sayangnya, pelaksanaan Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) di Indonesia belum maksimal. Salah satu kendala adalah pelaksanaan PTRM tidak selalu mengacu pada pedoman yang ada. Pedoman nasional mengatur bahwa penasun yang mengakses PTRM tidak mengakses layanan LASS. Hal ini karena mengakses LASS berarti masih menggunakan obat. Namun ternyata, mereka yang ikut layanan PTRM juga mengakses LASS. Lebih lanjut penelitian di Jawa Barat menunjukkan bahwa 83% penasun yang ikut PTRM masih menyuntik. Bahkan pada saat terakhir menyuntik, 10% masih melakukan praktik menyuntik yang berisiko (Afriandi et al., 2010).

Selain itu, terdapat perbedaan dalam praktik pemberian dosis yang dibawa pulang. Menurut pedoman, dosis yang dibawa pulang tidak dianjurkan pada 2 bulan pertama. Tetapi, pemberian dosis bawa pulang dalam 2 bulan pertama ternyata dapat membantu mengurangi angka drop out. Angka drop out bagi yang mengikuti PTRM masih tinggi, yaitu sekitar 40-50% (Kemenkes, 2013). Isu drop out juga terjadi pada penasun yang mengakses PTRM di RSKO. Dalam rentang waktu 6 bulan, terdapat 38% penasun yang drop out dari program (RSKO, 2005).

Tindak Lanjut untuk Layanan PTRM

Berkaca dari hasil evaluasi sebelumnya, maka pertanyaan operasional yang muncul.

Apa langkah strategis oleh klien atau penyedia layanan agar Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) bisa secara lebih efektif dalam mengatur penggunaan napza, mencegah penularan HIV dan meningkatkan kualitas hidup pengguna napza suntik?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, PPH UAJ berkerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI melakukan penelitian operasional untuk menemukan permasalahan strategis dalam pelaksanaan PTRM.

Only available in Indonesian

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Publikasi Terkait

Download

Implementasi Pengobatan Terapi Rumatan Metadon (PTRM)

Skip to content