Dalam rangka usaha mencapai target fast track di Indonesia, faktor pendukung dan intervensi di Indonesia perlu dilakukan berdasarkan pengalaman pribadi ODHA. Pengalaman berkaitan erat dengan stigma yang melekat, apalagi terhadap LSL yang mengalami stigma berlapis. Stigma itu berpengaruh terhadap keinginan dan motivasi untuk pencarian informasi dan pelaksanaan ART. Bukan hanya stigma terhadap status ODHA, tetapi juga identitas seksualitasnya. Ini berhubungan dengan dukungan sosial dan layanan kesehatan yang akan didapatnya. Kenyataan perlu dilihat bukan hanya dari kacamata pembuat kebijakan dan pemberi layanan, melainkan suara subjektif LSL ODHA, baik yang melakukan ART dan belum melakukan ART. Penerimaan diri mereka perlu dipahami agar bisa memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup LSL ODHA. Penerimaan diri menjadi penting untuk dibahas pada LSL karena isu stigma dan maskulinitas. LSL yang masih merahasiakan status seksual maupun status HIV akan cenderung menunda atau menghentikan perawatan ARV (Buttram & Kurtz, 2015; Liu et al., 2016; Ogunbajo et al., 2018; Philbin et al., 2018; Sugiharti et al., 2014). Ditambah lagi dengan pandangan salah terkait konsumsi ARV yang mempengaruhi libido dan bentuk tubuh ideal juga mempengaruhi LSL untuk menunda pengobatan (Zeglin, 2015). Tanpa adanya penerimaan diri, maka LSL tetap akan menunda akses ARV termasuk informasi yang bersangkutan, sehingga tetap memiliki pandangan negatif pada ARV. Tanpa adanya pemahaman mengenai penerimaan diri LSL tersebut, maka layanan kesehatan akan kesulitan untuk membuat strategi yang sesuai bagi LSL agar mereka mau mengakses ARV. Dampaknya adalah kurangnya LSL yang terjangkau program karena penolakan dari LSL, sehingga masalah terkait HIV pada LSL dan target fast track pada populasi LSL tidak dapat tercapai. Penelitian ini ingin melihat hanya dari pandangan LSL yang menjadi informan penelitian tanpa adanya dorongan ataupun pandangan dari peneliti. Dengan menggunakan pendekatan ini, maka diharapkan faktor-faktor pendorong dan penghambat yang disampaikan LSL dapat menggambarkan hal yang paling mempengaruhi mereka secara subjektif untuk dikembangkan dalam program HIV.
Penelitian ini ingin memahami situasi seputar ARV dari pandangan LSL sebagai orang yang berhubungan langsung dengannya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi usulan bagi penyedia layanan kesehatan untuk melakukan pendekatan yang sesuai dengan komunitas LSL dalam menyediakan layanan ARV dan perbaikan kebijakan kesehatan dan HIV bagi LSL khususnya.
*Penelitian ini didanai oleh GNP+ yang dikelola oleh GWL-INA tahun anggaran 2019