Search
Close this search box.

Untuk Anak dengan HIV, dan Perempuan di Indonesia

Presentasi Disertasi Publik oleh dr. Angela Kurniadi PhD dan Gracia Simanullang, PhD – Alumni Fogarty University of Illinois at Chicago dan Unika Atma Jaya (AJCU)

Anak dan perempuan dalam konteks kesehatan adalah bagian dari kelompok rentan. Dalam konteks HIV, anak dan perempuan termasuk dalam kelompok marjinal yang kurang mendapatkan perhatian dalam program-program yang sudah ada. Keterbatasan akses informasi kesehatan secara umum memperparah kerentanan anak dan perempuan kepada HIV, infeksi menular seksual, serta kondisi penyerta lainnya, termasuk kesehatan mental. 

Isu terkait anak dan perempuan dalam konteks penanggulangan HIV harus menggaung di tengah keterbatasan akses informasi, layanan kesehatan, dan dukungan psikososial. Perlu desakan untuk negara menindaklanjuti isu anak dan perempuan. Desakan kali ini datang dalam bentuk penelitian disertasi dari dr. Angela Kurnadi dan Gracia Simanullang. Penelitian disertasi kedua Doktor ini fokus pada posisi rentan dan resiliensi dari anak dan perempuan di Indonesia terkait isu HIV.

“Untuk Anak dengan HIV, dan Perempuan di Indonesia” adalah presentasi hasil disertasi terbuka oleh kedua Doktor yang baru saja mendapatkan gelar PhD in Public Health dari University of Illinois at Chicago (UIC). ​​Program doktoral ini merupakan dukungan oleh Fogarty International Center of the National Institutes of Health (FIC-NIH) melalui program Fogarty UIC/AJCU Training Program in Advanced Research Methods and Translational Science.

Presentasi hasil disertasi diadakan pada Selasa, 6 Februari 2023 secara daring dan tatap muka di Kampus Semanggi, Unika Atma Jaya, Jakarta. Presentasi dihadiri oleh dr. Endang Lukitosari – Kepala Tim Kerja HIV dan PIMS, Kementerian Kesehatan RI; Prof. Irwanto, PhD – PPH UAJ dan Direktur Program Fogarty UIC/AJCU; dan Ignatius Praptorahardjo, PhD – Kepala PPH UAJ.

Evi Sukmaningrum Ph,D memimpin diskusi ini, beserta perwakilan dari Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), Yayasan Spiritia, LPPM Unika Atma Jaya, dan rekan-rekan dari organisasi masyarakat sipil dan komunitas lainnya.

Kedua Doktor mendapatkan kesempatan untuk memaparkan hasil disertasi serta berdiskusi mengenai gambaran terkini posisi rentan dan resiliensi dari anak dan perempuan di Indonesia. Lebih dari diskusi, dr. Endang Lukitosari menganggap presentasi ini menjadi desakan bagi Indonesia untuk memperbaiki program penanggulangan HIV dan mengisi kesenjangan akses terhadap anak, remaja, dan perempuan. 

Jurang Pengetahuan HIV dan Perempuan Sumba

Jarak antara akses informasi dan penanggulangan HIV masih jauh dan penuh tantangan. dr. Angela Kurnadi PhD dalam risetnya menunjukkan kesenjangan pengetahuan pada perempuan dewasa muda di Sumba, Indonesia. Pengetahuan merupakan aspek penting dalam proses perubahan sikap dan perilaku. Rendahnya pengetahuan tentang HIV dapat meningkatkan kerentanan akan penularan infeksi HIV dan IMS, dan transmisi HIV dari ibu ke anak. Pengetahuan tentang HIV menjadi dasar bagi perempuan melakukan tes HIV dan melakukan tindakan pencegahan lainnya. Sayangnya, perempuan usia reproduktif di Sumba tidak memiliki akses yang cukup terhadap informasi mengenai HIV. Dr. Angela menemukan hampir separuh dari partisipan penelitian tidak memiliki pengetahuan yang tepat tentang HIV. Pengetahuan tentang pencegahan, transmisi dari ibu ke anak (MTCT), layanan kesehatan masih minim dan masih banyak miskonsepsi mengenai HIV.

dr. Angela Kurniadi Ph. D memaparkan hasil disertasinya tentang Key Factors Associated With
HIV/AIDS Knowledge Among Married Reproductive-Age Women in Sumba, Indonesia
– Alumni Fogarty University of Illinois at Chicago dan Unika Atma Jaya (AJCU)

Minimnya pengetahuan tentang HIV bukan berarti tidak adanya upaya dalam menyebarkan pengetahuan HIV di Sumba. Media sosial dan tenaga kesehatan menjadi dua sumber utama perempuan Sumba mendapatkan informasi dan pengetahuan tentang HIV. Hal ini mengundang diskusi dan pertanyaan lanjutan mengenai bagaimana menelusuri dan memanfaatn kedua sumber ini lebih lanjut. Pertanyaan seperti bagaimana mengelola media sosial sebagai kanal informasi dan edukasi yang sesuai menjadi isu yang menarik untuk ditindak lanjuti. Eksplorasi dan peningkatan kapasitas dari peran tenaga kesehatan (NaKes) dalam memberikan informasi seputar HIV menjadi hal penting untuk penelurusan lanjutan

Tantangan Psikososial dan Stigma-Diskriminasi: Kesehatan Emosional dan Perilaku Remaja yang Hidup dengan HIV di Indonesia

Masa remaja merupakan tahap perkembangan hidup yang kompleks dan penuh dengan gejolak emosional. Perkembangan kognitif, biologis, psikologis, emosi, dan sosial terjadi bersamaan dalam pembentukan identitas diri dalam masa remaja. Dengan adanya ekspektasi dan tekanan sosial, masa remaja menjadi masa yang penuh tantangan. Hidup dengan HIV menambah kompleksitas tahap perkembangan pada remaja yang hidup dengan HIV. Tantangan menjalani pengobatan jangka panjang, situasi keluarga, dan stigma dan diskriminasi sebagai orang yang hidup dengan HIV menambah beban psikologis. 

Lewat studinya, Gracia Simanullang melihat kondisi kesehatan emosi dan perilaku pada 143 remaja yang hidup dengan HIV berusia 13-18 tahun di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Solo, Surabaya, dan Denpasar. Studi ini menemukan bahwa lebih dari setengah partisipan remaja di tujuh kota di Indonesia mengalami masalah emosi dan perilaku, gejala depresi moderat hingga berat, dan gejala kecemasan umum dari moderat hingga berat. Studi pada remaja ini juga menemukan bahwa remaja yang terinfeksi HIV sejak lahir rata-rata mengetahui status HIV-nya pada usia 12 tahun, baik pengungkapan oleh orang lain (orangtua/pelaku rawat dan petugas kesehatan/LSM), mengetahuinya sendiri dengan mencari tau, atau tidak sengaja mendengar dari orang lain. 

Gracia Simanullang, Ph. D memaparkan hasil disertasinya tentang Emotional and Behavioral Health among Adolescents Living with HIV in Seven Cities in Indonesia – Alumni Fogarty University of Illinois at Chicago dan Unika Atma Jaya (AJCU)

Gender (perempuan), cara penularan (terinfeksi ketika remaja melalui risiko perilaku), persepsi terhadap kondisi HIV sebagai ancaman, pernah memiliki hubungan romantis, dan tipe pengasuh utama (orangtua kandung) adalah faktor-faktor signifikan dalam memengaruhi kesehatan emosi dan perilaku yang dialami remaja dalam penelitian ini. Temuan ini mendorong perbaikan sistem kesehatan nasional dan program untuk remaja HIV dengan lebih komprehensif, termasuk kesehatan emosi dan perilaku remaja. Informasi yang akurat mengenai HIV; dukungan psikososial bagi remaja dan keluarga; serta integrasi layanan HIV dengan layanan kesehatan mental menjadi rekomendasi penting untuk meningkatkan kesehatan emosi dan perilaku bagi remaja dengan HIV di Indonesia.

Studi ini diharapkan bisa menjadi dasar untuk penelitian lanjutan terkait isu remaja dengan HIV. Eksplorasi isu lain, misalnya pengalaman trauma dan kekerasan pada remaja; peran dan karakteristik personal dari pengasuh utama remaja dengan HIV; dan perilaku berisiko yang dapat menyebabkan forward transmission/penularan berikutnya. Studi dengan metode longitudinal, kualitatif, dan upaya pengembangan instrumen untuk remaja yang hidup dengan HIV merupakan rekomendasi untuk studi lanjutan terkait isu remaja, HIV, dan kesehatan mental di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content